Kamis, 12 Februari 2015

Laporan Sistem Saraf Pusat I

BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang
Sistem saraf pusat (SSP) merupakan sistem saraf yang dapat mengendalikan sistem saraf lainnya didalam tubuh dimana bekerja dibawah kesadaran atau kemauan. SSP biasa juga disebut sistem saraf sentral karena merupakan sentral atau pusat dari saraf lainnya. Sistem saraf pusat ini dibagi menjadi dua yaitu otak (ensevalon) dan sumsum tulang belakang (medula spinalis).
Sistem saraf pusat dapat ditekan seluruhnya oleh penekan saraf pusat yang tidak spesifik misalnya hipnotik sedativ. Obat yang bekerja pada sistem saraf pusat terbagi menjadi obat depresan saraf pusat yaitu anestetik umum, hipnotik sedativ, psikotropik, antikonvulsi, analgetik, antipiretik, inflamasi, perangsang susunan saraf pusat.
Dalam percobaan ini mahasiswa farmasi diharapkan mampu untuk mengetahui dan memahami bagaimana efek farmakologi obat depresan saraf pusat dimana dalam percobaan ini mahasiswa mengamati anestetik umum dan hipnotik sedativ yang diujikan pada hewan coba mencit (Mus musculus). Obat yang digunakan untuk anestetik umum yaitu eter, kloroform dan alkohol 96%, sedangkan untuk hipnotik sedativ digunakan diazepam, kloral hidrat, infusa kangkung, dan fenobarbital.
Adapun dalam bidang farmasi pengetahuan tentang sistem saraf pusat perlu untuk diketahui khususnya dalam bidang ilmu farmakologi toksikologi karena mahasiswa farmasi dapat mengetahui obat-obat apa saja yang perlu atau bekerja pada sistem saraf pusat. Hal inilah yang melatar belakangi dilakukannya percobaan ini.

B.     Maksud Dan Tujuan Percobaan
1.      Maksud Percobaan
Mengetahui dan memahami efek farmakologi yang ditimbulkan oleh obat yang bekerja pada sistem saraf pusat golongan anestetik dan hipnotik-sedatif pada hewan coba.

2.      Tujuan percobaan
a.       Mengetahui dan memahami efek dari obat hipnotik-sedatif berupa kloralhidrat, diazepam, dan fenobarbital pada mencit (Mus musculus).
b.      Mengetahui dan memahami efek  yang ditimbulkan dari pemberian obat anestesi umum yaitu eter, kloroform dan alkohol 96 % pada mencit (Mus musculus).

C.     Prinsip Percobaan
1.      Anestesi umum
Penentuan efek dari pemberian obat anestesi umum yaitu eter, kloroform dan alkohol 96% dengan melihat onset dan durasi dari efek yang ditimbulkan.
2.      Hipnotik sedatif
Penentuan efek dari pemberian obat hipnotik sedatif berupa kloralhidrat, diazepam, dan fenobarbital dengan melihat onset dan durasi dari efek yang ditimbulkan serta respon yang dihasilkan










BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.     Teori Umum
Sistem saraf adalah serangkaian organ yang kompleks dan berkesinambungan serta terutama terdiri dari jaringan saraf. Dalam mekanisme sistem saraf, lingkungan internal dan stimulus eksternal dipantau dan diatur. Susunan saraf terdiri dari susunan saraf pusat dan susunan saraf tepi. Susunan saraf pusat terdiri dari otak (ensevalon) dan medula spinalis (sumsum tulang belakang) (Tim Penyusun. 2010:68).
Anestetik umum adalah senyawa obat yang dapat menimbulkan anestesi atau narkosa, yakni suatu keadaan depresi umum yang bersifat reversible dari banyak pusat sistem saraf pusat, dimana seluruh perasaan dan kesadaran ditiadakan, agak mirip dengan pingsan (Tim Penyusun. 2012:21).
                 Anestetik umum digunakan untuk menghilangkan rasa nyeri dan memblok reaksi serta menimbulkan relaksasi pada pembedahan. Tahap-tahap anestesi antara lain (Tim Penyusun. 2012:22):
1.      Analgesia. Kesadaran berkurang, rasa nyeri hilang, dan terjadi euphoria (rasa nyaman) yang disertai impian-impian yang menyerupai halusinasi. Ester dan nitrogen monoksida memberikan analgesia yang baik pada tahap ini sedangkan halotan dan thiopental tahap berikutnya.
2.      Eksitasi. Kesadaran hilang dan terjadi kegelisahan (tahap edukasi).
3.      Anestesi. Pernapasan menjadi dangkal dan cepat, teratur seperti tidur (pernapasan perut), gerakan bola mata dan reflex bola mata hilang, otot lemas.
4.      Pelumpuhan sumsum tulang. Kerja jantung dan pernapasan berhenti. Tahap ini harus dihindari.
Anestetik umum merupakan depresan sistem saraf pusat, dibedakan menjadi anestetik inhalasi yaitu anestetik gas, anestetik menguap dan anestetik parenteral. Pada percobaan hewan dalam farmakologi yang digunakan hanya anestetik menguap dan anestetik parenteral (Tim Penyusun. 2012:23).
Efek anestetik ini pada mencit/tikus antara lain dapat dideteksi dengan Touch respon, yaitu dengan menyentuh leher mencit atau tikus dengan suatu benda misalnya pensil. Jika mencit tidak bereaksi maka mencit/tikus terpengaruh oleh anestetik. Selain itu pasivitas juga dapat mengindikasikan pengaruh anestesi. Pasivitas yaitu mengukur respon mencit bila diletakkan pada posisi yang tidak normal, misalnya mencit yang normal akan menggerakkan kepala dan anggota badan lainnya dalam usaha melarikan diri, kemudian hal yang sama tetapi dalam posisi berdiri, mencit normal akan meronta-ronta. Mencit yang diam kemungkinan karena terpengaruh oleh senyawa anestetik. Uji neurologik yang lain berkaitan dengan anestetik ialah uji ringhting refleks (Tim Penyusun. 2012:23).
Mekanisme terjadinya anesthesia sampai sekarang belum jelas meskipun dalam bidang fisiologi SSP dan susunan saraf perifer terdapat kemajuan hebat sehingga timbul berbagai teori berdasarkan sifat obat anestetik,misalnya penurunan transmisi sinaps, penurunan konsumsi oksigen dan penurunan aktivitas listrik SSP (Tim Penyusun. 2012:11).
Hipnotik atau obat tidur (hypnos=tidur), adalah suatu senyawa yang bila diberikan pada malam hari dalam dosis terapi, dapat mempertinggi keinginan fisiologis normal untuk tidur, mempermudah dan menyebabkan tidur. Bila senyawa ini diberikan untuk dosis yang lebih rendah pada siang hari dengan tujuan menenangkan, maka disebut sedativa (obat pereda). Perbedaannya dengan psikotropika ialah hipnotik-sedativ pada dosis yang benar akan menyebabkan pembiusan total sedangkan psikotropika tidak. Persamaannya yaitu menyebabkan ketagihan (Tim Penyusun. 2012:24).
Tidur adalah kebutuhan suatu makhluk hidup untuk menghindarkan dari pengaruh yang merugikan tubuh karena kurang tidur. Pusat tidur di otak mengatur fungsi fisiologis ini. Pada waktu terjadi miosis, bronkokontriksi, sirkulasi darah lambat, stimulasi peristaltik dan sekresi saluran cerna (Tim Penyusun. 2012:24).
Tidur normal terdiri dari 2 jenis (Tim Penyusun. 2012:25):
1.      Tidur tenang : (Slow wafe, NREM = Non Rapid Eye Movement), (ortodoks) yang berciri irama jantung, tekanan darah, pernapasan teratur, otot kendor tanpa gerakan otot muka atau mata.
2.      Tidur REM (Rapid Eye Movement) atau paradoksal, cirinya otak memperlihatkan aktivitas listrik (EEG=Electro encephalogram), seperti pada orang dalam keadaan bangun dan aktif, gerakan mata cepat. Jantung, tekanan darah dan pernapasan naik turun naik, aliran darah ke otak bertambah, ereksi, mimpi.
Menurut beberapa penelitian di Amerika, sleep paralysis berhubungan dengan gangguan tidur yang terjadi pada tahap tidur paling dalam (REM).Sebagai gambaran bagi Anda, terdapat 4 tahapan pola tidur.Tahap 1 merupakan tahap tidur yang paling ringan (drowsiness), dimana Anda masih menyadari  kondisi di sekeliling Anda . Setelah itu Anda Anda akan memasuki tahap 2 yaitu tahap tidur yang lebih dalam. Tahapan 3 merupakan tahapan tidur yang jauh lebih dalam lagi.Sebenarnya tahap 3 merupakan tahap peralihan dari tahap 2 menuju tahap 4 yang merupakan tahap paling dalam ( REM –rapid eye movement).
Malfungsi tidur atau ganguan tidur terjadi saat gelombang otak tidak mengikuti pola tidur yang seharusnya berjalan. Misalnya seperti yang terjadi pada penderita sleep paralysis, dimana biasanya penderita mengalami lompatan-lompatan tahapan tidur. Karena tahapan-tahapan tidur tidak berjalan normal , tubuh Anda tidak siap saat otak Anda terbangun dari tahap REM. Artinya Anda sudah sadar , namun karena tubuh Anda belum terbangun , Anda merasa seolah sulit untuk bergerak.
Beberapa penelitian sleep paralysis  tidak terlalu berbahaya bila dibandingkan dengan gangguan tidur lainnya seperti sleep apnea dan sleep walking. Namun Anda tetap harus mewaspadainya.Beberapa ahli mengaitkannya dengan narcolepsy –kondisi neurologik  dimana seseorang tidak mampu mengontrol tubuhnya saat tidur. Sementara beberapa ahli mengaitkannya dengan stres dan kurang tidur.
Istilah anesthesia dikemukakan pertama kali oleh O.W. Holmes yang artinya tidak ada rasa sakit. Anesthesia dibagi menjadi dua kelompok, yaitu:
1.      Anesthesia lokal, yaitu hilangnya rasa sakit tanpa disertai hilang kesadaran;
2.      Anesthesia umum, yaitu hilangnya rasa sakit disertai hilang kesadaran. Anesthesia yang dilakukan dahulu oleh orang Mesir menggunakan narkotik,  orang Cina menggunakan Canabis indica, dan pemukulan kepala dengan tongkat kayu untuk menghilangkan kesadaran.
Dalam banyak hal, fungsi dasar neuron dalam sistem saraf pusat sama dengan sistem saraf otonom. Misalnya transmisi informasi dalam sistem saraf pusat dan perifer keduanya menyangkut lepasnya neurotransmitter yang melintas pada celah sinaptik untuk kemudian terikat pada reseptor spesifik neuron postsinaptik. Dalam pengenalan neurotransmitter oleh membran reseptor neuron postsinaptik memberikan perubahan intraseluler (Olson. 2002:40).
Stadium anestesi ada 4, yaitu:
1.      Stadium I (analgesia). Stadium analgesia dimulai sejak saat pemberian anestetik sampai hilangnya kesadaran. Pada stadium ini pasien tidak lagi merasakan nyeri (analgesia), tetapi masih tetap sadar dan dapat mengikuti perintah. Pada stadium ini dapat dilakukan tindakan pembedahan ringan seperti pencabutan gigi dan biopsi kelenjar.
2.      Stadium II (Eksitasi). Stadium ini dimulai sejak hilangnya kesadaran sampai munculnya pernapasan yang teratur yang merupakan tanda dimulainya stadium pembedahan. Pada stadium ini pasien tampak mengalami delirium dan eksitasidengan gerakan-gerakan di luar kehendak.
3.      Stadium III (Pembedahan). Stadium III dimulai dengan timbulnya kembali pernapasan yang teratur dan berlangsung sampai pernapasan spontan hilang. Keempat tingkat dalam stadium pembedahan dibedakan dari perubahan pada gerakan bola mata, refleks bulu mata dan konjungtiva, tonus otot, dan lebar pupil yang menggambarkan semakin dalamnya pembiusan.
a)      Tingkat 1: pernapasan teratur, spontan, dan seimbang antara pernapasan dada dan perut; gerakan bola mata terjadi di luar kehendak, miosis, sedangkan, tonus otot rangka masih ada.
b)      Tingkat 2: pernapasan teratur tetapi frekuensinya lebih kecil, bola mata tidak bergerak, pupil mata melebar, otot rangka mulai melemas, dan refleks laring hilang sehingga pada tingkat dapat dilakukan intubasi.
c)      Tingkat 3: pernapasan perut lebih nyata daripada pernapasan dada karena otot interkostal mulai lumpuh, relaksasi otot rangka sempurna, pupil lebih lebar tetapi belum maksimal.
d)     Tingkat 4: pernapasan perut sempurna karena otot interkostal lumpuh total, tekanan darah mulai menurun, pupil sangat lebar dan refleks cahaya menghilang. Pembiusan hendaknya jangan sampai ke tingkat 4 ini sebab pasien akan mudah sekali masuk ke stadium IV yaitu ketika pernapasan sopntan melemah. Untuk mencegah ini, harus diperhatikan benar sifat dan dalamnya pernapasan, lebar pupil dibandingkan dengan keadaan normal, dan turunnya tekanan darah.
4.      Stadium IV (Depresi Medula Oblongata). Stadium IV ini dimulai dengan melemahnya pernapasan perut dibanding stadium III tingkat 4, tekanan darah tidak dapat diukur karena pembuluh darah kolaps, dan jantung berhenti berdenyut. Keadaan ini dapat segera disusul dengan kematian, kelumpuhan napas di sini tidak dapat diatasi dengan pernapasan buatan, bila tidak didukung oleh alat bantu napas dan sirkulasi. (Departemen Farmakologi dan Terapeutik. 2007: 125)
Pada sebagian besar sinaps sistem saraf pusat, reseptor tergabung dalam saluran ion, mengikat neurotransmitter ke reseptor membran postsinaptik sehingga dapat membuka saluran ion secara cepat dan sesaat. Saluran yang terbuka ini kemungkinan ion didalam dan luar membran sel mengalir kearah konsentrasi yang lebih kecil. Perubahan komposisi dibalik membran neuron akan mengubah potensial postsinaptik, menghasilkan depolarisasi atau hiperpolarisasi membran postsinaptik, yang tergantung pada ion tertentu yang bergerak dan arah dari gerakan itu (Departemen Farmakologi dan Terapeutik. 2007:81).
Gangguan neurotransmisi yang dapat diobati dibagi menjadi dua kelompok, yaitu yang disebabkan oleh terlalu banyaknya neurotransmisi dan oleh terlalu sedikitnya neurotransmisi. Neurotransmisi yang terlalu banyak disebabkan oleh (Departemen Farmakologi dan Terapeutik. 2007:89).
Sekelompok neuron yang terlalu mudah dirangsang yang bekerja tanpa adanya stimulus yang sesuai, misalnya gangguan kejang, terapi diarahkan pada pengurangan otomatisitas sel – sel ini.
Terlalu banyak molekul neurotransmitter yang berikatan dengan reseptor pascasinaptik. Terapi meliputi pemberian antagonis yang memblokir reseptor – reseptor pascasinaptik.
Terlalu sedikit molekul neurotransmitter yang berikatan dengan reseptor pascasinaptik, misalnya parkinson. Beberapa strategi pengobatan yang meningkatkan neurotransmisi, meliputi obat – obatan yang menyebabkan pelepasan neurotransmitter dari terminal prasinaptik, dan prekursor neurotransmitter yang diambil kedalam neuron prasinaptik dan dimetabolisme menjadi molekul neurotransmitter aktif.
Alzheimer
1.      Patofisiologi
Simtoma Alzheimer ditandai dengan perubahan-perubahan yang bersifat degeneratif pada sejumlah sistem neurotransmiter, termasuk perubahan fungsi pada sistem neural monoaminergik yang melepaskan asam glutamat, noradrenalin, serotonin dan serangkaian sistem yang dikendalikan oleh neurotransmiter. Perubahan degeneratif juga terjadi pada beberapa area otak seperti lobus temporal dan lobus parietal, dan beberapa bagian di dalam korteks frontal dan girus singulat, menyusul dengan hilangnya sel saraf dan sinapsis. ("Neuropathologic changes in Alzheimer's disease"Division of Neural Systems, Memory & Aging, The University of Arizona: Wenk GL. Diakses 2014-11-30.)
Sekretase-β dan presenilin-1 merupakan enzim yang berfungsi untuk mengiris domain terminus-C pada molekul AAP dan melepaskan enzim kinesin dari gugus tersebut.Apoptosis terjadi pada sel saraf yang tertutup plak amiloid yang masih mengandung molekul terminus-C, dan tidak terjadi jika molekul tersebut telah teriris.Hal ini disimpulkan oleh tim dari Howard Hughes Institute yang dipimpin oleh Lawrence S. B. Goldstein, bahwa terminus-C membawa sinyal apoptosis bagi neuron. ("Defective Cell Transport Suggested in Alzheimer's Disease". Howard Hughes Medical Institute; Lawrence S. B. Goldstein.Diakses 2014-11-30)
2.      Pengobatan
Menyusul ditemukannya kinom pada manusia, kinaseprotein telah menjadi prioritas terpenting kedua pada upaya penyembuhan, oleh karena dapat dimodulasi oleh molekulligan kecil. Peran kinase pada lintasan molekular neuron terus dipelajari, namun beberapa lintasan utama telah ditemukan. Sebuah protein kinase, CK1 dan CK2, ditemukan memiliki peran yang selama ini belum diketahui, pada patologi molekular dari beberapa kelainan neurogeneratif, seperti Alzheimer, penyakit Parkinson dan sklerosis lateral amiotrofik. Pencarian senyawa organik penghambat yang spesifik bekerja pada kedua enzim ini, sekarang telah menjadi tantangan dalam perawatan penyakit tersebut di atas. ("Protein kinases CK1 and CK2 as new targets for neurodegenerative diseases". Instituto de Quimica Medica-CSIC; Perez DI, Gil C, Martinez A. Diakses 2010-11-30.)
a)      Donepezil
Donepezil adalah obat yang diminum secara oral untuk mengobati penyakit Alzheimer taraf rendah hingga medium.Donepezil tersedia dalam bentuk tablet oral. Biasanya diminum satu kali sehari sebelum tidur, sebelum atau sesudah makan.Efek samping yang sering terjadi sewaktu minum Donepezil adalah sakit kepala, nyeri seluruh badan, lesu, mengantuk, mual, muntah, diare, nafsu makan hilang, berat badan turun, kram, nyeri sendi, insomnia, dan meningkatkan frekuensi buang air kecil.
b)      Rivastigmine
Rivastigmine adalah obat yang diminum secara oral untuk mengobati penyakit Alzheimer taraf rendah hingga medium.Setelah enam bulan pengobatan dengan Rivastigmine, 25-30% penderita dinilai membaik pada tes memori, pengertian dan aktivitas harian dibandingkan pada pasien yang diberikan plasebo hanya 10-20%.Rivastigmine biasanya diberikan dua kali sehari setelah makan. Karena efek sampingnya pada saluran cerna pada awal pengobatan, pengobatan dengan Rivastigmine umumnya dimulai dengan dosis rendah, biasanya 1,5 mg dua kali sehari, dan secara bertahap ditingkatkan tidak lebih dari 2 minggu.
c)      Memantine
Memantin adalah obat yang diminum secara oral untuk mengobati penyakit Alzhaimer taraf Sedang hingga berat dengan mekanisme keja yang berbeda dan unik dengan memperbaiki proses sinyal Glutamat. Obat ini diawali dengan dosis rendah 5 mg setiap minggu dilakukan selama 3 minggu untuk mencapai dosis optimal 20 mg/hari.
Parkinson
1.      Patofisiologi
Penyebab terjadinya penyakit Parkinson adalah kurangnya jumlah neurotransmitter dopamin di dalam susunan saraf. Jika otak memerintahkan suatu aktivitas (misalnya mengangkat lengan), maka sel-sel saraf di dalam ganglia basalis akan membantu menghaluskan gerakan tersebut dan mengatur perubahan sikap tubuh. Ganglia basalis mengolah sinyal dan mengantarkan pesan ke talamus, yang akan menyampaikan informasi yang telah diolah kembali ke korteks otak besar. Keseluruhan sinyal tersebut diantarkan oleh bahan kimia neurotransmiter sebagai impuls listrik di sepanjang jalur saraf dan di antara saraf-saraf. Neurotransmiter yang utama pada ganglia basalis adalah dopamin. Pada penyakit Parkinson, sel-sel saraf pada ganglia basalis mengalami kemunduran sehingga pembentukan dopamin berkurang dan hubungan dengan sel saraf dan otot lainnya juga lebih sedikit. Penyebab dari kemunduran sel saraf dan berkurangnya dopamin terkadang tidak diketahui. Penyakit ini cenderung diturunkan, walau terkadang faktor genetik tidak memegang peran utama.
Kadang penyebabnya diketahui. Pada beberapa kasus, Parkinson merupakan komplikasi yang sangat lanjut dari ensefalitis karena virus (suatu infeksi yang menyebabkan peradangan otak). Kasus lainnya terjadi jika penyakit degeneratif lainnya, obat-obatan atau racun memengaruhi atau menghalangi kerja dopamin di dalam otak. Misalnya obat anti psikosa yang digunakan untuk mengobati paranoia berat dan skizofrenia menghambat kerja dopamin pada sel saraf.  (Dittmar, 2009: 105)
2.      Pengobatan
Obat poten (pilihan utama) untuk parkinson sampai sekarang ini adalah levodopa, wlaupun penggunaannya sudah mulai dikurangi disebabkan oleh banyaknya efek samping yang ditemukan.
Obat-obat pilihan yang tersedia tidak dapat menyembuhkan penyakit parkinson, namun dapat mengurangi gejala atau memperpanjang waktu bagi penderita untuk bebas dari gejala.
Menyusul ditemukannya kinom pada manusia, kinaseprotein telah menjadi prioritas terpenting kedua pada upaya penyembuhan, oleh karena dapat dimodulasi oleh molekulligan kecil. Peran kinase pada lintasan molekular neuron terus dipelajari, namun beberapa lintasan utama telah ditemukan. Sebuah protein kinase, CK1 dan CK2, ditemukan memiliki peran yang selama ini belum diketahui, pada patologi molekular dari beberapa kelainan neurogeneratif, seperti Alzheimer, penyakit Parkinson dan sklerosis lateral amiotrofik. Pencarian senyawa organik penghambat yang spesifik bekerja pada kedua enzim ini, sekarang telah menjadi tantangan dalam perawatan penyakit tersebut di atas.
Penyakit Parkinson bisa diobati dengan berbagai obat, seperti levodopa, bromokriptin, pergolid, selegilin, antikolinergik (benztropin atau triheksifenidil), antihistamin, anti depresi, propanolol dan amantadin. Tidak satupun dari obat-obat tersebut yang menyembuhkan penyakit atau menghentikan perkembangannya, tetapi obat-obat tersebut menyebabkan penderita lebih mudah melakukan suatu gerakan dan memperpanjang harapan hidup penderita.
Di dalam otak levodopa diubah menjadi dopamin. Obat ini mengurangi tremor dan kekakuan otot dan memperbaiki gerakan. Penderita Parkinson ringan bisa kembali menjalani aktivitasnya secara normal dan penderita yang sebelumnya terbaring di tempat tidur menjadi kembali mandiri.
Pengobatan dasar untuk Parkinson adalah levodopa-karbidopa. Penambahan karbidopa dimaksudkan untuk meningkatkan efektivitas levodopa di dalam otak dan untuk mengurangi efek levodopa yang tidak diinginkan di luar otak. Mengkonsumsi levodopa selama bertahun-tahun bisa menyebabkan timbulnya gerakan lidah dan bibir yang tidak dikehendakik, wajah menyeringai, kepala mengangguk-angguk dan lengan serta tungkai berputar-putar. Beberapa ahli percaya bahwa menambahkan atau mengganti levodopa dengan bromokriptin selama tahun-tahun pertama pengobatan bisa menunda munculnya gerakan-gerakan yang tidak dikehendaki.
Sel-sel saraf penghasil dopamin dari jaringan janin manusia yang dicangkokkan ke dalam otak penderita Parkinson bisa memperbaiki kelainan kimia tetapi belum cukup data mengenai tindakan ini.
Untuk mempertahankan mobilitasnya, penderita dianjurkan untuk tetap melakukan kegiatan sehari-harinya sebanyak mungkin dan mengikuti program latihan secara rutin. Terapi fisik dan pemakaian alat bantu mekanik (misalnya kursi roda) bisa membantu penderita tetap mandiri.
Makanan kaya serat bisa membantu mengatasi sembelit akibat kurangnya aktivitas, dehidrasi dan beberapa obat. Makanan tambahan dan pelunak tinja bisa membantu memperlancar buang air besar. Pemberian makanan harus benar-benar diperhatikan karena kekakuan otot bisa menyebabkan penderita mengalami kesulitan menelan sehingga bisa mengalami kekurangan gizi (malnutrisi). ("Protein kinases CK1 and CK2 as new targets for neurodegenerative diseases". Instituto de Quimica Medica-CSIC; Perez DI, Gil C, Martinez A. Diakses 2014-11-30)
Schizophrenia
1.      Patofisiologi
Patofisiologi skizofrenia melibatkan sistem dopaminergik dan serotonergik. Skizofrenia terjadi akibat dari peningkatan aktivitas neurotransmitter dopaminergik. Peningkatan ini mungkin merupakan akibat dari meningkatnya pelepasan dopamine, terlalu banyaknya reseptor dopamine, turunnya nilai ambang, atau hipersentivitas reseptor dopamine, atau kombinasi dari faktor-faktor tersebut.
Hipotesis/teori tentang patofisiologi skizofrenia :
a.       pada pasien skizofrenia terjadi hiperaktivitas sistem dopaminergik
b.      Hiperdopaminegia pada sistem meso limbik yang berkaitan dengan gejala positif
c.       Hipodopaminergia pada sistem meso kortis dan nigrostriatal yang  bertanggungjawab terhadap gejala negatif dan gejala ekstrapiramidal.
2.      Pengobatan
Pengobatan psikiatri lini pertama untuk skizofrenia adalah obat antipsikotik, yang dapat mengurangi gejala positif psikosis dalam waktu sekitar 7-14 hari. Namun, obat antipsikotik gagal untuk menghilangkan gejala negatif dan gangguan kognitif secara bermakna. Penggunaan jangka panjang menurunkan risiko relaps. (National Collaborating Centre for Mental Health. Gaskell and the British Psychological Society. Schizophrenia: Full national clinical guideline on core interventions in primary and secondary care. Diakses pada 2012-11-30)
Pilihan obat antipsikotik yang digunakan didasarkan pada manfaat, risiko, dan biaya.Masih diperdebatkan mana yang lebih baik antara golongan obat tipik atau antipsikotik atipik/tidak khas.Keduanya memiliki angka putus obat dan kekambuhan gejala apabila obat tipik digunakan pada dosis rendah hingga sedang. Respon yang baik ditemukan pada 40–50%, respon sebagian pada 30–40%, dan resistensi terhadap pengobatan (gagal menunjukkan respon gejala yang memuaskan setelah enam minggu pengobatan menggunakan dua atau tiga obat antipsikotik yang berbeda) pada 20% orang.Klozapin adalah pengobatan yang efektif bagi mereka yang tidak menunjukkan respon pengobatan yang baik terhadap obat lain, namun memiliki potensi efek samping berat yaitu agranulositosis (jumlah sel darah putih menurun) pada 1–4%.(Schultz SH, North SW, Shields CG. Schizophrenia: a review. Am Fam Physician. 2007: 75)







B.     Uraian Bahan
1.      Aquadest                     (Dirjen POM. 1979:96)
Nama resmi                 : AQUA DESTILLATA
Nama lain                   : Air suling
Rumus molekul           : H2O
Berat molekul              : 18,02
Pemerian                     : Cairan  jernih,  tidak  berbau,  tidak berwarna dan aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaiatidak mempunyai rasa.
Penyimpanan               : Dalam wadah tertutup baik.
Kegunaan                    : Sebagai pelarut
2.      Eter                             (Dirjen POM. 1979:66)
Nama resmi                 : AETHER  ANAESTHETICUS
Nama lain                    : Eter anestesi/etoksietana
Rumus molekul           :C4H100
Berat molekul              : 74,12
Pemerian                     :Cairan transparan; tidak  berwarna; bau khas; rasa aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaimanis dan membakar. Sangat mudah menguap; aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaisangat mudah terbakar; campuran uapnya dengan aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaioksigen, udara atau dinitrogenoksida pada kadar aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaitertentu dapat meledak.
Kelarutan                    : Larut dalam 10 bagian air; dapat bercampur dengan aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaetanol (95%) P, dengan kloroform P, dengan minyak aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaalemak dan dengan minyak atsiri.
Farmakodinamika       : Eter melakukan kontraksi pada otot jantung, terapi iiin vivo ini dilawan oleh meningginya aktivitas iisimpati sehingga curah jantung tidak berubah, eter iimenyebabkan dilatasi pembuluh darah kulit
Farmakokinetik           : Eter diabsorpsi dan diekskresi melalui paru-paru, aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaisebagian diekskresi urin, air susu, dan keringat
Efek samping              :Iritasi  saluran  pernafasan,  depresi  nafas, mual, aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaimuntah, salivasi
Penyimpanan               : Dalam wadah  kering tertutup rapat, terlindung        dariicahaya; di tempat sejuk.
Khasiat                        : Anestesi umum
Mekanisme kerja         : eter melakukan kontraksi pada otot jantung, terapi iiin vivo ini dilawan oleh meningginya aktivitas iisimpati sehingga curah jantung tidak berubah, eter iimenyebabkan dilatasi pembuluh darah kulit. Eter iidiabsorpsi dan diekskresi melalui paru-paru, iisebagian kecil diekskresi urin, air susu, dan iikeringat.
3.      Kloroform                   (Dirjen POM. 1979:151)
Nama resmi                 : CHLOROFORMUM
Nama lain                    : kloroform
Rumus molekul           :  CHCl3
Berat molekul              : 119,38
Pemerian                     :iCairan,  mudah  menguap; tidak berwarna; bau aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaiakhas; rasa manis dan membakar
Kelarutan                    :iLarut dalam lebih kurang 200 bagian air; mudah aaaaaaaalarut dalam etanol mutlak P, dalam eter P, dalam
aaaaaaaasebagian besar pelarut organik, dalam minyak atsiri dan dalam minyak lemah
Farmakodinamik         : Kloroform dapat menurunkan stabilitas kecepatan aikontraksi obat, gelisah
Farmakokinetik           :idiabsopsi cepat dan sempurna melalui saluran iicerna, konsentarasi tertinggi dalam plasma dicapai iidalm waktu ½ jam dan masa paruh plasma antara 1-ii3 jam, obat ini tersebar keseluruh cairan tubuh. iiMetabolisme oleh enzim mikrosom hati. Sebagian iiparasetamol dikonjugasi dengan asam glukoronat iidan sebagian kecil lainnya dengan asam iisulfat.(11;318)
Efek samping              : Merusak hati dan bersifat karsinogenik
Penyimpanan               :iDalam wadah tertutup baik bersumbat kaca, iiterlindung dari cahaya
Kegunaan                    : Anestesi umum
Mekanisme kerja         : merusak sel hati melalui metabolik reaktif yaitu iiradikal triklorometil. Radikal ini secara kovalen iimengikat protein dan lipid jenuh sehingga terbentuk iiperoksidasi lipid pada membran sel yang akan iimenyebabkan kerusakan yang dapat iimengakibatkan pecahnya membran sel peroksidasi iilipid yang menyebabkan penekanan pompa Ca2+iimikrosom yang dapat menyebabkan gangguan awal iihemostatik Ca2+ sel hati yang dapat menyebabkan iikematian sel.
4.      Etanol                          (Dirjen POM. 1979:65)
Nama resmi                 : AETHANOLUM
Nama lain                    : alkohol, etanol, alkohol absolut, alkohol mutlak
Rumus molekul           : C2H6O
Berat molekul              : 46,07
Pemerian                     :iCairan tak berwarna, jernih, mudah menguap dan aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaiamudah bergerak; bau khas; rasa panas. Mudah aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaiaterbakar dengan memberikan nyala biru yang tidak aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaiberasap
Kelarutan                    : Sangat mudah larut dalam air, dalam kloroform P, aaaaaaaaaaaaaaaaaaa    dan dalam eter P
Farmakodinamik     :iDepresi SSP, penggunaan pada saat tidur dapat aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaimengurangi waktu tidur. Merangsang sekresi asam aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaailambung, dan salivasi
Farmakokinetik           : Absorpsi dalam lambung dan usus halus dan kolon
iiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiberlangsung cepat,uap alkohol diabsorpsi lewat aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaiiparu-paru dan menimbulkan keracunan
Efek samping              : Kerusakan  otot,  gangguan tidur, gangguan   mental
Penyimpanan               :iDalam wadah tertutup rapat, terlindung aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaiidaricahaya; di tempat sejuk, jauh dari nyala api
Kegunaan                    : Anestesi umum.
Mekanisme kerja         : merangsang   sekresi  asam   lambung dan  salivasi.
5.      Fenobarbital                (Dirjen POM. 1979:481)
Nama resmi                 : PHENOBARBITALUM
Nama lain                    :Luminal
Rumus molekul           : C12H12N2O3
Berat molekul              : 232,24
Pemerian                     : Hablur atau serbuk hablur; putih tidak berbau; rasa aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaiagak pahit
Kelarutan                    :iSangat sukar larut dalam air; larut dalam etanol aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaai(95%) P, dalam eter P, dalam larutan alkali aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaihidroksida dan dalam larutan alkali karbonat
Farmakodinamik         :iEfek  utama  adalah   depresi   SSP, semua tingkat aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaiidepresinya dapat tercapai mulai dari sedatif, aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaihipnotik, berbagai tingkat anestesi, koma
Farmakokionetik         :iBentuk garam natrium  lebih mudah diabsorpsi aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaiidaripada bentuk asamnya, masa kerja bervariasi aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaiiantara 10-60 menit tergantung pada zat dan aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaiiformulasinya
Indikasi                       :iDigunakan pada narkoakalisis dan narkoterapi di aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaiklinik psikistri dan sebagai anestesi umum yang aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaiidigunakan secara intravena
Efek samping              : Hang over,  eksitasi, paradoksal, rasa nyeri, alergi
Penyimpanan               : Dalam wadah tertutup baik
Khasiat                        : Hipnotikum, sedativum
Mekanisme kerja         : Merangsang   kontraksijantung menurun,  terjadi aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaipernapasan perut, kecepatan nafas naik hingga aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaitertidur menyebabkan terjadinya miosis, aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaibronkokontriksi, sirkulasi darah lambat, stimulasi aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaiperistaltik dan sekresi saluran cerna
6.      Na CMC                     (Dirjen POM. 1979: 401)
Nama resmi                 : NATRII CARBOXYMETHYLCELLULOSUM
Nama lain                    : Natrium Karboksimetilselulosa
Rumus molekul           : C23H46N2O6.H2SO4.H2O
Berat molekul              : 694,85
Pemerian                     :iSerbuk atau butiran; putih atau putih kuning gading; aaaaaaaiitidak berbau atau hampir tidak berbau; higroskopik
Kelarutan                    :Mudah mendispersi dalam air, membentuk suspensi aaaaaaaakoloidal; tidak larut dalam etanol (95 %) P, dalam aaaaaaaaeter P dan dalam pelarut organik lain
Penyimpanan               : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan                    : Sebagai pendispersi
7.      Kloral Hidrat               (Budavari. 2001: 2083)
Nama resmi                 : KLORAL HIDRAT
Nama lain                    : Trichloroacetaldehyde  monohydrate
Rumus molekul           : C2H3Cl3O2
Berat molekul              : 165,40
Pemerian                     : Bentuk  kristal  padat,  tidak  berwarna  atau  putih,  aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaiidengan  bau  mengiritasi
Kelarutan                    :iLarut dalam alkohol, eter, aseton, benzen, piridin,  aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaiikloroform,  minyak  zaitun,  gliserol,  karbon  aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaiidisulfida,  metil  etil  keton, terpentin, petroleum aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaeter, karbon tetraklorida, toluen
Penyimpanan               : Dalam wadah tertutup rapat
Khasiat                        : Hipnotik-sedativum
Indikasi                       : Dalam bidang  medis, digunakan untuk mengobati aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaiinsomnia untuk jangka  waktu pendek  (tidak  lebih  aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaidari  2  minggu);  merupakan  obat  kelas  aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaisedatif/hipnotik  yang dapat mempengaruhi bagian aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaitertentu pada otak untuk menimbulkan efek tenang aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaiidan mengantuk; digunakan dalam pembuatan DDT

C.     Uraian Hewan Coba
1.      Klasifikasi Mus musculus
Kingdom         : Animalia
Phyllum           : Chordata
Subphyllum     : Vertebrata
Classis             : Mammalia
Ordo                : Rodentia
Familia            : Muridae
Genus              : Mus
Spesies            : Mus musculus
2.      Data biologis
- Konsumsi pakan per hari
- Konsumsi air minum per hari
- Diet protein
- Ekskresi urine per hari
- lama hidup
- Bobot badan dewasa
-          Jantan
-          Betina
- Bobot lahir
- Dewasa kelamin (jantan=betina)
- Siklus estrus (menstruasi)
- Umur sapih
- Mulai makan pakan kering
- Rasio kawin
- Jumlah kromosom
- Suhu rektal
- Laju respirasi
- Denyut jantung
- Pengambilan darah maksimum
- Jumlah sel darah merah (Erytrocyt)
- Kadar haemoglobin(Hb)
- Pack Cell Volume (PCV)
- Jumlah sel darah putih (Leucocyte)
5 g (umur 8 minggu)
6,7 ml (umur 8 minggu)
20-25%
0,5-1 ml
1,5 tahun

25-40 g
20-40 g
1-1,5 g
28-49 hari
4-5 hari (polyestrus)
21 hari
10 hari
1 jantan – 3 betina
40
37,5oC
163 x/mn
310 – 840 x/mn
7,7 ml/Kg
8,7 – 10,5 X 106 / μl
13,4 g/dl
44%
8,4 X 103 /μl





BAB III
METODE KERJA
A.     Alat dan Bahan
1.      Alat
Alat yang digunakan antara lain gelas ukur, spoit oral/kanula, spoit injeksi, toples, dan timbangan mencit.
2.      Bahan
Bahan yang digunakan antara lain diazepam, etanol 96 %, eter, fenobarbital, infusa kangkung, kloral hidrat, kloroform, dan Na CMC.

B.     Cara Kerja
1.      Anestetik
a.       Disiapkan alat dan bahan
b.      Dimasukkan mencit ke dalam tiga toples berbeda (toples 1 berisi kloroform, toples 2 berisi eter, dan toples 3 berisi etanol)
c.       Diamati onset dan durasi
2.      Hionotik-sedatif
a.       Disiapkan alat dan bahan
b.      Dibagi mencit dalam empat kelompok dan ditimbang bobotnya.
Mencit I diberi diazepam secara per oral
Mencit II diberi fenobarbital secara per oral
Mencit III diberi kloral hidrat secara per oral
Mencit IV diberi infusa kangkung secara per oral
c.       Diamati onset dan durasi



BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
A.     Tabel Pengamatan
1.      Anestetik
Parameter
Kloroform
Alkohol
Eter
Onset
12 detik
14 menit
1 menit 3 detik
Durasi
7 menit 23 detik
21 menit
3 menit 50 detik



Respon
Grooming (+++)
Tremor (+++)
Diuresis (+++)
Bronkokontriksi (+++)
Vasokontriksi (+++)
Grooming (+++)
Tremor (++)
Bronkokontriksi (+++)
Vasokontriksi (+++)
Grooming (+++)
Tremor (++)
Diuresis (+)
Diare (+)

2.      Hipnotik-Sedatif
Perlakuan
BB Mencit
Volume
Waktu
Onset
Durasi
 Luminal
21 g
0,7 mL
5 menit 12 detik
12 menit 24 detik
 Infusa Kangkung
 23 g
0,76 mL 
14 menit 
5 menit 
 Kloral Hidrat
 20 g
0,67 mL 
1 menit 3 detik 
Mati 
 Diazepam
22 g 
1 mL 
1 menit 9 detik 
5 menit 10 detik 

B.     Pembahasan
Sistem saraf adalah serangkaian organ yang kompleks dan berkesinambungan serta terutama terdiri dari jaringan saraf. Dalam mekanisme sistem saraf, lingkungan internal dan stimulus eksternal dipantau dan diatur. Susunan saraf terdiri dari susunan saraf pusat dan susunan saraf tepi. Susunan saraf pusat terdiri dari otak (ensevalon) dan medula spinalis (sumsum tulang belakang) (Tim Penyusun. 2010: 68).
Anestetik umum adalah senyawa obat yang dapat menimbulkan anestesi atau narkosa, yakni suatu keadaan depresi umum yang bersifat reversible dari banyak pusat sistem saraf pusat, dimana seluruh perasaan dan kesadaran ditiadakan, agak mirip dengan pingsan (Tim Penyusun. 2012: 21).
Hipnotik atau obat tidur (hypnos=tidur), adalah suatu senyawa yang bila diberikan pada malam hari dalam dosis terapi, dapat mempertinggi keinginan fisiologis normal untuk tidur, mempermudah dan menyebabkan tidur. Bila senyawa ini diberikan untuk dosis yang lebih rendah pada siang hari dengan tujuan menenangkan, maka disebut sedativa (obat pereda). Perbedaannya dengan psikotropika ialah hipnotik-sedativ pada dosis yang benar akan menyebabkan pembiusan total sedangkan psikotropika tidak. Persamaannya yaitu menyebabkan ketagihan (Tim Penyusun. 2012: 24).
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh obat-obatan terhadap efek anestetik dan hipnotik-sedatif. Dalam percobaan ini ada beberapa alat dan bahan yang digunakan. Alat yang digunakan antara lain gelas ukur, spoit oral/kanula, spoit injeksi, toples, dan timbangan mencit. Bahan yang digunakan antara lain diazepam, etanol 96 %, eter, fenobarbital , infusa kangkung, kloral hidrat, kloroform, dan Na CMC.
Langkah kerja untuk anestetik yaitu disiapkan alat dan bahan, lalu dimasukkan mencit ke dalam tiga toples berbeda (toples 1 berisi kloroform, toples 2 berisi eter, dan toples 3 berisi etanol) dan diamati onset dan durasi. Untuk  uji hipnotik sedatif langkah-langkahnya yaitu disiapkan alat dan bahan, dibagi mencit dalam empat kelompok dan ditimbang bobotnya. Mencit I diberi diazepam secara per oral. Mencit II diberi fenobarbital secara per oral. Mencit III diberi kloral hidrat secara per oral. Mencit IV diberi infusa kangkung secara per oral. Diamati onset dan durasi
Pada uji anestetik saat diberikan kloroform, onset yang tercatat yaitu 12 detik dan memiliki durasi 7 menit 23 detik. Respon yang terllihat yaitu grooming, tremor, diuresis, bronkokontriksi, dan vasokontriksi yang sering terjadi. Alkohol memiliki onset 14 menit dan durasi 21 menit. Respon yang terlihat yaitu kadang-kadang terjadi tremor dan sering terjadi grooming, bronkokontriksi, dan vasokontriksi. Eter memiliki onset 1 menit 3 detik dan durasi 3 menit 50 detik. Respon yang timbul yaitu sering terjadi grooming, dan kadang-kadang timbul tremor, diuresis, dan diare. Pada uji hipnotik sedatif, luminal memiliki onset 5 menit 12 detik dan durasi sebesar 12 menit 24 detik. Pada pemberian infusa kangkung onset berakhir pada 14 menit dan durasinya selama 5 menit. Kloral hidrat memiliki waktu onset 1 menit 9 detik dan mencitnya mati. Diazepam memiliki waktu onset 1 menit 15 detik dan durasi 5 menit 10 detik.
Hubungan dengan literatur (FK UI. 2012) yang menyatakan bahwa obat-obatan seperti kloroform dan eter memang pernah digunakan sebagai anestetik inhalasi, sedangkan alkohol kurang efektif digunakan sebagai anestetik inhalasi dan itu terbukti di percobaan di mana alkohol memberikan onset yang cukup panjang sehingga dalam keadaan darurat dapat membahayakan pasien. Namun dikatakan bahwa eter dan kloroform memiliki efek merusak hati dengan pembentukan metabolit sekunder sehingga penggunaannya dihentikan. Literatur juga mengatakan bahwa obat-obat hipnnotik-sedatfi seperti luminal, kloral hidrat, dan diazepam cukup efektif untuk menidurkan dan menenangkan, memiliki onset yang cepat dan durasi yang tidak terlalu lama pula. Untuk infusa kangkung, sebuah penelitian membuktikan bahwa kangkung mengandung Na dan Cl di mana keduanya merupakan persenyawaan bromida. Unsur-unsur ini juga dapat menyebabkan hiperpolarisasi di otak sehingga proses penghantaran impus terhambat dan terjadilah efek hipnotik sedatif.
Faktor kesalahan yang terjadi yaitu tidak kesesuaian volume pemberian obat dan bobot mencit sehingga efek yang ditimbulkan obat kurang maksimal. Faktor lain juga mungkin disebabkan oleh ketidaktelitian pengamatan oleh praktikan sehingga respon, onset, dan durasi yang dicatat kurang tepat.
Adapun dalam bidang farmasi pengetahuan tentang sistem saraf pusat perlu untuk diketahui khususnya dalam bidang ilmu farmakologi toksikologi karena mahasiswa farmasi dapat mengetahui obat-obat apa saja yang perlu atau bekerja pada sistem saraf pusat.




BAB V
PENUTUP
A.     Kesimpulan
Dari hasil pengamatan, dapat disimpulkan bahwa anestetik seperti kloroform dan eter memiliki onset yang cepat dan durasi yang cukup lama, sedangkan untuk alkohol memiliki onset dan durasi yang lama. Jadi, alkohol tidak dapat digunakan sebagai obat anestetik inhalasi karena onsetnya yang lama. Obat-obat seperti luminal, infusa kangkung, kloral hidrat dan diazepam efektif untuk diberikan sebagai hipnotik-sedatif karena memiliki onset yang cepat dan durasi yang lama.

B.     Saran
1.      Untuk Asisten
Tetap mendampingi di lab, arahan dan bimbingan sangat diperlukan.
2.      Untuk laboratorium
Sebaiknya alat dan semua bahan praktikum dilengkapi.




DAFTAR PUSTAKA
Budavari, S. (Ed.). 2001.  The Merck Index:  An Encyclopedia of Chemical, Drugs,  and Biologicals, Thirteenth Edition. USA: Merck & Co. Inc
Departemen Farmakologi Dan Teraupetik. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta: FK UI
Dirjen POM,. 1979. Farmakope Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Depkes RI
Olson, James, M D. 2002. Belajar Mudah Farmakologi. Jakarta: ECG
Tim Penyusun. 2010. Buku Ajar Anatomi Umum Fakultas Kedokteran. Makassar: Unhas.
Tim Penyusun.2012. Penuntun Praktikum Farmakologi Toksikologi I. Makassar:STIFA.















LAMPIRAN
Skema Kerja
1.      Anestetik

Kloroform                   Eter                 Alkohol
 




  Tteteskan pada kapas
 




Masukkan ke:    Toples I (Kloroform)   Toples II (Eter)      Toples III (Alkohol)
 




                                Mencit I                Mencit II               Mencit III
 




                                                   Amati Onset dan Durasi











2.      Hipnotik Sedatif

Luminal           Kloral Hidrat   Diazepam        Infusa Kangkung



                              Berikan pada mencit secara p.o.




Amati Respon, Onset, dan Durasi

0 komentar:

Posting Komentar