Slide Title 1

Aenean quis facilisis massa. Cras justo odio, scelerisque nec dignissim quis, cursus a odio. Duis ut dui vel purus aliquet tristique.

Slide Title 2

Morbi quis tellus eu turpis lacinia pharetra non eget lectus. Vestibulum ante ipsum primis in faucibus orci luctus et ultrices posuere cubilia Curae; Donec.

Slide Title 3

In ornare lacus sit amet est aliquet ac tincidunt tellus semper. Pellentesque habitant morbi tristique senectus et netus et malesuada fames ac turpis egestas.

Kamis, 12 Februari 2015

Tinjauan Anatomi Manusia

Ilmu anatomi dan ilmu fisiologi sangat berkaitan, karena anatomi memberikan dasar untuk fungsi. Maka masing-masing ilmu ini memberikan kontribusi yang penting dalam memahami tubuh manusia

1.1        Tinjauan Anatomi Struktur Tubuh
Kata anatomi  berasal dari bahasa Yunani ana dan tome, yang berarti memotong ataU memisahkan, sehingga lebih komplek  didefinisikan sebagai ilmu mengenai struktur tubuh.
Subdivisi anatomi secara general dibagi menjadi :
1.      Anatomi makroskopik, yaitu  ilmu mengenai struktur tubuh  yang dipelajari melalui observasi atau pembedahan tanpa menggunakan mikroskop.
Bagian ini terbagi menjadi :
a.       Anatomi regional, yaitu ilmu mengenai ciri-ciri anatomis  bagian tubuh tertentu.
b.      Anatomi sistemik, yaitu ilmu yang mempelajari sistem organ tubuh satu per satu
2.      Anatomi mikroskopik (histologik), yaitu  ilmu mengenai struktur tubuh  yang dipelajari melalui observasi dengan menggunakan mikroskop cahaya (pembesaran 1.000 sampai 2.000 kali). Organ tubuh yang dapat dilihat melalui cara ini misalnya sel, jaringan dan organ tubuh yang lain.
3.      Anatomi Ultraskopik, yaitu  ilmu yang mempelajari  ultrastruktur  sel dengan menggunakan  mikroskop elektron (pembesaran lebih dari 1.000.000 kali)
4.      Anatomi radiografi (radiologi), adalah ilmu  mengenai struktur tubuh  dengan menggunakan sinar X atau teknik penyinaran lain.

1.2        Tinjauan Fisiologi  Struktur Tubuh
Ilmu mengenai fungsi dari tubuh yang hidup. Ilmu menegenai fisiologis didasarkan  pada fungsi seluler dan molekuler dan untuk mempelajarainya diperlukan pengetahuan mengenai prinsip dasar kimia dan fisika. Bidang  khusus  mengenai  fungsi system organ tertentu misalnya neurofisiologi, kardiofisiologi, dan lainnya.

1.3        Tingkat Struktural Organisasi Tubuh
Organisasi  struktural tubuh manusia berkembang dari tingkat terendah  (atom dan molekul) sampai tingkat yang lebih tinggi  dan  lebih kompleks  untuk membentuk keseluruhan  tubuh

Bagan 1.1 struktur organisasi tubuh

 















1.      Tingkat Kimia, atom seperti hydrogen, oksigen, karbon, nitrogen, dan natrium, yang bergabung membentuk molekul seperti air dan garam serta makromolekul seperti karbohidrat, protein, dan lemak
2.      Sel, merupakan  unit dasar dari makluk hidup dan struktur  seluler seperti  nucleus, ribosom, mitochondria, dan lisosom, menjalankan fungsi-fungsi pertahanan hidup sel
3.      Jaringan, yaitu sekelompok sel dengan struktur yang sama dan melakukan fungsi yang sama. Ada empat jenis jaringan dasar adalah jaringan epitel, jaringan ikat, jaringan otot dan jaringan syaraf
4.      Organ, adalah dua jaringan atau lebih yang bergabung membentuk satu organ seperti  perut, ginjal, mata dan lainnya. Sebuah organ berfungsi sebagai pusat fisiologi khusus untuk aktivitas tubuh.
5.      Sistem Organ, merupakan gabungan beberapa organ  yang bekerja sama untuk melakukan fungsi yang saling berkaitan. Sistem organ dalam tubuh  meliputi  integumen, rangka muskuler, syaraf, endokrin, kardiovaskuler, limfatik, pernafasan, pencernaan,perkemihan dan system reproduksi.

1.4        Bidang struktural tubuh
Terminologi dan arah  mengenai posisi dan arah anatomi tubuh antara lain adalah bidang atau seksio, dan posisi anatomis

1.4.1        Bidang (seksio) tubuh
            Bidang tubuh merupakan  bidang imajiner yang menembus tubuh untuk menunjukkan point-point  rujukan. Bidang ini terdiri dari :
1.      Bidang sagital, yaitu bidang yang membagi  tubuh menjadi bagian kiri dan kanan
2.      Bidang frontal atau koronal, yaitu bidang yang membagi tubuh menjadi  dua bagian depan dan belakang
3.      Bidang transfersal, yaitu bidang yang membagi tubuh menjadi bagian atas dan bawah




Text Box:
Gambar 1.1 :Ptongan dan arah tubuh. (dari Ethel Sloane anatomi dan fisiologi untuk pemula, 6 : 2004)
 
 





















1.4.2  Posisi anatomis tubuh
         Posisi anatomis tubuh digunakan sebagai rujukan agar hubungan dengan seluruh bagian tubuh  dapat dijelaskan, posisi ini antara lain adalah :
1.       Bagian anterior dari tubuh, adalah bagain depan tubuh  atau bagian perut (hidung merupakan bagian anterior   keseluruhan bagian wajah)
2.       Bagian posterior, adalah bagain belakang tubuh  (bokong merupakan bagian posterior  dari abdomen)
3.       Bagian superior, adalah bagain dari tubuh yang  mengarah ke  atau bagian yang tertinggi (kepala merupakan bagian superior dari leher)
4.       Bagian inferior, adalah bagain dari tubuh yang  menjauhi kepala dan mengarah kebagian bawah tubuh (dada merupakan  bagian inferior dari leher)
5.       Bagian medial, adalah bagain dari struktur tubuh yang  terdekat dengan garis imajiner tubuh (hidung merupakan bagian medial dari mata)
6.       Lateral, mengarah kesamping, menjauhi garis tengah imajiner tubuh (telinga merupakan bagian lateral dari mata)
7.       Proksimal, mengacu pada bagian suatu  struktur yang mendekati garis tengah tubuh, atau jika mengacu pada satu tungkai, maka mendekati titik asal atau titik perlekatan  terdekat dengan trunkus (siku adalah bagian proksimal  dari pergelangan tangan.
8.       Distal, berarti paling jauh dengan garis tengah imajiner atau menjauhi titik asal  atau titik perlekatan  dengan trunkus (kaki merupakan bagian distal  dari pergelangan kaki
9.       Superfisial, berarti setiap bagian manapun yang dekat dengan permukaan tubuh (kulit merupakan bagian superfisial dari otot
10.   Bagian dalam berarti terletak dibagian internal, didalam tubuh (usus halus terletak jauh lebih kedalam  tubuh dari otot-otot dan kulit abdominal
 

Gambar 1.2 : Posisi anatomis tubuh (dari Ethel Sloane anatomi dan fisiologi untuk pemula, 6 : 2004 )

 
 



























1.4.3  Rongga tubuh
         Ruang dalam bagian aksial  tubuh yang berisi  organ-organ atau visera internal. Ada dua rongga  utama yang terletak  dalam bagian aksial tubuh yaitu rongga dorsal dan rongga ventral
1.      Rongga tubuh dorsal, terletak dibagian posterior (dorsal) dan terbagi menjadi rongga kranial dan rongga spinal
a.       Rongga kranial, dikelilingi oleh tulang dan berisi otak
b.      Rongga spinal, (vertebral) terbentuk dari susunan tulang belakang  serta berisi medulla spinalis
2.      Rongga tubuh ventral, terletak dibagian anterior  (secara ventral) dan terbagi menjadi rongga thoraks dan rongga abdomen yang dipisahkan diafragma.
a.       Rongga thoraks, adalah rongga dada yang terbagi menjadi  rongga pleural kanan dan kiri, serta mediastinum
b.      Rongga abdominopelvis (peritoneal), berisi visera abdomen  dan bidang pelvis
c.       Rongga kecil tambahan dibagian kepala  yang meliputi rongga oral, rongga nasal, rongga telinga tengah dan rongga orbital  untuk mata
 

Gambar 1.3  rongga tubuh dorsal dan ventral (dari Syaifuddin anatomi dan fisiologi untuk mahasiswa keperawatan 43: 2006 )

 
 





















1.4.4  Regio Abdomen Pelvis
         Terdapat sembilan  regio yang digunakan  dalam ilmu anatomi untuk memfasilitasi  rujukan struktur tubuh dan organ-organ internal lain.
Regio tersebut antara lain  adalah :
1.      Regio umbilikal, yang terletak pada pusat abdomen
2.      Regio epigastrium, yang berada dibagian superior dari regio umbilikus
3.      Regio hipogastrium, yang berada dibagian inferior regio umbilikus
4.      Regio hipokondrium, kanan dan kiri yang berposisi lateral terhadap regia epigastrium
5.      Regio lumbal kanan dan kiri, yang terletak lateral terhadap  regia umbilikus
6.      Regia inguinalis, (iliaka) kanan dan kiri yang terletak lateral dari regio hipogastrium
 

Gambar 1.4  Gambaran anterior rongga abdomen pelvis (dari Ethel Sloane anatomi dan fisiologi untuk pemula, 8 : 2004 )

 
 























Laporan Sistem Saraf Otonom

BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Farmakologi atau ilmu khasiat obat adalah ilmu yang  mempelajari kemampuan obat dengan seluruh aspeknya, baik sifat kimiawi maupun fisikanya, kegiatan fisiologi, resorpsi dan nasipnya didalam organisme hidup. Untuk menyelidiki semua interaksi antara obat dan tubuh manusia khususnya, serta penggunaan pada pengobatan penyakit, disebut farmakologi klinis. Ilmu khasiat obat ini mencakup beberapa bagian yaitu farmakognosi, biofarmasi, farmakokinetik dan farmakodinamika, toksikologi dan farmakoterapi.
Toksikologi adalah pengetahuan tentang efek racun dari obat terhadap tubuh dan sebetulnya termasuk pula dalam kelompok farmakodinamika, karena efek teraupetis obat berhubungan erat dengan efek dosisnya. Pada hakikatnya setiap obat dalam dosis yang cukup tinggi dapat bekerja sebagai racun dan merusak organisme (“sola dosis facit venenum” yang artinya hanya dosis membuat racun.
Farmakologi mempunyai keterkaitan khusus dengan farmasi, yaitu ilmu mengenai cara membuat, memformulasi, menyimpan dan menyediakan obat. Obat didefinisikan sebagai senyawa yang digunakan untuk mencegah, mengobati, mendiagnosis penyakit/gangguan atau menimbulkan suatu kondisi tertentu.
Sistem saraf otonom disusun oleh serabut saraf yang berasal dari otak. Fungsi sistem saraf simpatik dan parasimpatik selalu berlawanan (antagonis). Dua perangkat neuron dalam komponen otonom pada sistem saraf perifer adalah neuron aferen atau sensorik dan neuron eferen atau motorik. Neuron aferen mengirimkan impuls ke sistem saraf  pusat, dimana impuls itu diinterprestasikan. Neuron eferen menerima impuls (informasi) dari otak dan meneruskan impuls ini melalui medulla spinalis ke sel-sel organ efektor. Jalur eferen dalam sistem saraf otonom dibagi menjadi dua cabang yaitu saraf simpatis dan saraf parasimpatis. Dimana kedua sistem saraf ini bekerja pada organ-organ yang sama tetapi menghasilkan respon yang berlawanan agar tercapainya homeostatis (keseimbangan). Kerja obat-obat pada sistem saraf simpatis dan sistem saraf parasimpatis dapat berupa respon yang merangsang atau menekan.
Dalam dunia farmasi, sistem saraf otonom ini sangat erat hubungannya dengan farmakologi dan toksikologi karena kita dapat mengetahui mekanisme kerja obat yang akan mempengaruhi sistem saraf otonom itu sendiri.
B.       Maksud dan Tujuan
1.      Maksud Percobaan
Mengetahui dan memahami efek farmokologi yang ditimbulkan dari golongan obat-obat sistem saraf otonom.
2.      Tujuan Percobaan
Mengetahui efek farmakologi dari obat SSO (sistem saraf otonom) yaitu Na-CMC 1%, adrenalin, propranolol, pilokarpin HCl, atropine sulfat, dengan melihat respon yang ditunjukkan hewan coba setelah pemberian obat secara peroral
C.      Prinsip Percobaan
Penentuan golongan senyawa obat yang termasuk dalam golongan obat adrenergik, antiandrenergik, kolinergik dan antikolinergik berdasarkan efek farmakologi yang ditunjukkan hewan coba setelah pemberian obat Na-CMC, adrenalin, propranolol, pilokarpin HCl, atropine sulfat secara peroral.



BAB II
                                             TINJAUAN PUSTAKA
A.      Tinjauan Teoritis
Sistem saraf kita terdiri dari dua kelompok yakni Susunan Saraf Pusat (SSP) yang meliputi otak dan sumsum tulang belakang, dan Sistem Saraf Perifer dengan saraf-saraf yang secara langsung atau tak langsung ada hubungannya dengan SSP. Saraf perifer ini terbagi lagi kedalam dua bagian, yaitu Susunan Saraf Motoris yang bekerja sekehendak kita, misalnya otot-otot lurik (kaki, tangan, dan sebagainya) serta Susunan Saraf Otonom (SSO) yang bekerja menurut aturannya sendiri (Tjay dan Rahardja, 2002: 450).
Susunan Saraf Otonom (SSO), juga disebut susunan saraf vegetatif, meliputi antara lain saraf-saraf dan ganglia (majemuk dari ganglion yang artinya simpul saraf) yang merupakan persarafan ke otot polos dari berbagai organ (bronchia, lambung, usus, pembuluh darah, dan lain-lain). Termasuk kelompok ini pula adalah otot jantung (lurik) serta beberapa kelenjar (ludah, keringat, dan pencernaan). Dengan demikin, sistem saraf otonom tersebar luas di seluruh tubuh dan fungsinya adalah mengatur secara otonom keadaan fisiologi yang konstan, seperti suhu badan, tekanan, dan peredaran darah serta pernafasan (Tjay dan Rahardja, 2002: 450).
Susunan Saraf Otonom (SSO) dapat dipecah lagi dalam dua cabang yaitu Susunan (Ortho) Simpatik (SO) dan Susunan Parasimpatik (SP). Pada umumnya dapat dikatakan bahwa kedua susunan ini bekerja antagonis: bila suatu sistem merintangi fungsi tertentu, sistem lainnya justru menstimulasinya. Tetapi, dalam beberapa hal, khasiatnya berlainan sama sekali bahkan bersifat sinergis (Tjay dan Rahardja, 2002: 450).
Susunan saraf motoris mengatur otot-otot lurik dengan impuls listrik (rangsangan) yang secara langsung dikirim dari SSP melalui saraf motoris ke otot tersebut (Tjay dan Rahardja, 2002: 450).
Pada susunan saraf otonom, impuls disalurkan ke organ tujuan (efektor, organ ujung) secara tak langsung. Saraf otonom di beberapa tempat terkumpul di sel-sel ganglion, dimana terdapat sinaps, yaitu sela di antara dua neuron (sel saraf). Saraf yang meneruskan impuls dari SSP ke ganglia dinamakan neuron preganglioner, sedangkan saraf antara ganglia dan organ ujung disebut neuron post-ganglioner. Impuls dari SSP dalam sinaps dialihkan dari satu neuron kepada yang lain secara kimiawi dengan jalan neurotransmitter (juga disebut neurohormon). Bila dalam suatu neuron impuls tiba di sinaps, maka pada saat itu juga neuron tersebut membebaskan suatu neurohormon di ujungnya, yang melintasi sinaps dan merangsang neuron berikutnya. Pada sinaps yang berikut dibebaskan pula neurohormon dan seterusnya hingga impuls tiba di organ efektor (Tjay dan Rahardja, 2002: 450-452).
Saraf kolinergik. Semua neuron preganglioner, baik dari SO maupun dari SP, menghasilkan neurohormon asetilkolin, begitu pula neuron post-ganglioner dari SP. Saraf-saraf ini disebut saraf kolihnergik. Asetilkolin (ACh) merupakan transmitter pula untuk saraf motoris pada penerusan impuls ke otot-otot lurik (Tjay dan Rahardja, 2002: 452).
Saraf adrenergik. Sebaliknya, neuron post-ganglioner dari SO meneruskan impuls dari SSP dengan melepaskan neurohormon adrealin da atau non-adrenalin (NA) pada ujungnya. Neuron ini dinamakan saraf adrenergik. Adrenalin juga dihasilkan oleh bagian dalam (medulla) dari anak ginjal (Tjay dan Rahardja, 2002: 452).
Guna menghindari kumulasi neurohormon dan terangsangnya saraf secara kontinu, maka terdapat suatu mekanisme inaktivasi. Setelah meneruskan implus, transmitter diuraikan oleh enzim yang terdapat dalam darah dan jaringan. Asetilkolin diuraikan oleh sepasang enzim koinesterase. Non-adrenalin dalam darah mengalami metilasi oleh metiltransferase (COMT) dan deaminasi oleh monoamin-oksidase (MAO) dalam hati serta di jung neuron (setelah diresorpsi kembali). Enzim MAO ini juga bertanggung jawab atas penguraian neurohormon lain dari kelompok kimiawi catecholamin yang aktif dalam SSP, misalnya serotonin dan dopamin (Tjay dan Rahardja, 2002: 452).
Obat-obat otonom adalah obat-obat yang dapat mempengaruhi penerusan impuls dalam susunan saraf otonom dengan jalan mengganggu sintesa, penimbunan, pembebasan, atau penguraian neurotransmitter atau mempengaruhi kerjanya atas atas reseptor khusus. Akibatnya adalah dipengaruhinya fungsi otot polos dan organ, jantung, dan kelenjar dopamin (Tjay dan Rahardja, 2002: 452).
Menurut khasiatnya obat otonom dapat digolongkan sebagai berikut:
1.  Zat-zat yang bekerja terhadap SO, yakni:
a)      Simpatomimetika (adrenergika), yang meniru  efek dan perangsangan SO oleh misalnya non-adrenalin, efedrin, isoprenalin, dan amfetamin.
b)      Simpatolitika (adrenolitika), yang justru menekan saraf simpatik atau melawan efek adrenergika, umpamanya alkaloida sekale dan propranolol.
2.      Zat-zat yang bekerja terhadap SP, yakni:
a)      Parasipatomimetika (kolinergika) yang merangsang organ-organ yang dilayani saraf parasimpatik dan meniru efek perangsangan dengan asetilkolin, misalnya pilokarpin dan fisostigmin.
b)      Parasimpatolitika (antikolinergika) yang justru melawan efek-efek parasimpatomimetika, misalnya alkaloida belladona, propantelin, dan mepenzolat.
3.      Zat-zat perintang ganglion, yang merintangi penerusan impuls dalam sel-sel ganglionik simpatik dan parasimpatik. Efek perintangan ini dampaknya luas, antara lain vasodilatasi karena blokade susunan simpatik dopamin (Tjay dan Rahardja, 2002: 452).
Penggolongan obat SSO dapat juga sebagai berikut:
1.     Agonis kolinergik
Agonis kolinergik dibagi menjadi 3 kelompok yaitu:
a)    Bekerja langsung
Obat-obat yang termasuk dalam kelompok ini yaitu: Asetilkolin, betanekol, karbakol, dan pilokarpin.

b)   Bekerja tak langsung (reversibel)
Obat-obat yang termasuk dalam kelompok ini yaitu: edrofonium, neostigmin, fisostigmin, dan piridostigmin.
c)    Bekerja tak langsung (ireversibel)
Obat-obat yang termasuk dalam kelompok ini yaitu: ekotiofat dan isoflurofat.
2.    Antagonis kolinergik
Antagonis kolinergik terbagi ke dalam 3 kelompok, yaitu:
a)    Obat antimuskarinik
Obat-obat yang termasuk dalam kelompok ini yaitu: atropin, ipratropium, dan skopolamin.
b)   Penyekat ganglionik
Obat-obat yang termasuk dalam kelompok ini yaitu: mekamilamin, nikotin, dan trimetafan.
c)    Penyekat neuromuskular
Obat-obat yang termasuk dalam kelompok ini yaitu: atrakurium, doksakurium, metokurin, mivakurium, pankuronium, piperkuronium, rokuronium, suksinilkolin, tubokurarin, dan vekuronium.
3.    Agonis adrenergik
Agonis adrenergik terbagi ke dalam 3 kelompok, yaitu:
a)    Bekerja langsung
Obat-obat yang termasuk dalam kelompok ini yaitu: albuterol, klonidin, dobutamin*, dopami*, epinefrin*, isopreterenol*, metapreterenol, metoksamin, norepinefrin*, fenilefrin, ritodrin, dan terbutalin.
b)   Bekerja tak langsung
Obat-obat yang termasuk dalam kelompok ini yaitu: amfetamin dan tiramin.
c)    Bekarja ganda
Obat-obat yang termasuk dalam kelompok ini yaitu: efedrin dan metaraminol.
4.    Antagonis adrenergik
Antagonis adrenergik terbagi ke dalam 3 kelompok, yaitu:
a)    Penyekat-
Obat-obat yang termasuk dalam kelompok ini yaitu: doxazosin, fenoksinbenzamin, fentolamin, prazosin, dan terazosin.
b)      Penyekat-
Obat-obat yang termasuk dalam kelompok ini yaitu: asebutolol, atenolol, labetalol, metoprolol, nadolol, pindolol, propranolol, dan timolol.
(Mycek, Mary.J, dkk. 2001: 35-79).
B.       Uraian Bahan
1.    Aquadest (Dirjen POM, 1979: 96)
Nama Resmi                : AQUA DESTILLATA
Nama Lain                   : Air murni, air suling, air batering.
Rumus Molekul           : H2O
Berat Molekul             : 18,02
Rumus Struktur           :         O
                                      H              H
Pemerian                      : Cairan jernih, tidak  berwarna tidak berbau, tidak      
                                                   berasa.
Penyimpanan               : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan                    : Sebagai zat tambahan
2.    Alkohol (Dirjen POM, 1979: 65)
Nama Resmi                :  AETHANOLUM
Nama Lain                   :  Alkohol, etanol
Pemerian                     : Cairan tak berwarna, jernih, mudah dan mudah  
                                       bergerak, bau khas, rasa panas, mudah terbakar  
                                       dengan memberikan nyala  biru yang tidak
                                       berasap.
Kelarutan                     :  Sangat mudah larut dalam air, dalam
                                                   kloroform P, dan dalam eter P.
Penyimpanan               :  Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari
                                                   cahaya, ditempat sejuk, jauh dari nyala api.
Kegunaan                    :  Sebagai zat tambahan
3.        Adrenalin (Dirjen POM, 1979: 238)
Nama Resmi                :  EPINEPHRINUM
Nama Lain                   :  Epinefrin, Adrenalin
Pemerian                     :  Serbuk hablur renik, putih atau putih kuning
                                                   gading.
Kelarutan                     :  Agak sukar larut dalam air, tidak larut dalam
                                       etanol (95%) P, dalam eter P, mudah larut dalam
                                       larutan asam mineral, dalam natrium hidroksida P
                                       dan dalam kalium hidroksida, tetapi tidak larut
                                       dalam larutan amoniak dan alkali atau netral,
                                       berubah menjadi merah jika terkena cahaya.
Penyimpanan               :  Dalam wadah tertutup rapat, berisi dosis ganda,
                                       terlindung dari cahaya.
Kegunaan                    :  Sebagai simpatomimetikum
4.        Aqua Pro Injeksi (Dirjen POM, 1979: 112)
Nama Resmi                :  AQUA STERILE PRO INJECTION
Nama Lain                   :  Air steril untuk injeksi
Pemerian                     :  Cairan jernih tidak berwarna, tidak berbau.
Penyimpanan               :  Dalam wadah dosis tunggal dari kaca atau plastik
Kegunaan                    :   Sebagai pelarut
5.        Na-CMC (Dirjen POM, 1979: 401)
Nama Resmi                :  NATRII CARBOXYMETHYLCELLULOSUM
Nama Lain                   :  Natrium karboksilmetilselulosa
Pemerian                     :  Serbuk atau butiran, putih atau kuning gading,
                                        tidak berbau dan hampir tidak berbau,
                                        higroskopik.
Kelarutan                      :  Mudah mendispersi dalam air, membentuk
                                       suspensi koloidal, tidak larut dalam etanol (95%)
                                        P, dalam eter P,dalam pelarut organik lain.
6.      Propranolol ((Dirjen POM, 1995: 709)
Nama Resmi          :  PROPANOLOLI HYDROCHLORIDUM
Nama Lain                        :  Propanolol Hidroklorida
Pemerian              :  Serbuk hablur putih atau hampir putih, tidak
                                 berbau, rasa pahit.
Kelarutan               : Larut dalam air, dalam etanol, dan sukar larut
                                 dalam kloroform, praktis tidak larut dalam eter.
Penyimpanan         :  Dalam wadah tertutup rapat.



BAB III
METODE KERJA
A.      Alat dan Bahan
1.      Alat yang digunakan
           Adapun alat yang digunakan pada percobaan ini yaitu: Spoit injeksi, spoit oral (kanula), dan stopwatch.
2.      Bahan yang digunakan
           Adapun bahan yang digunakan yaitu: aquadest, alkohol, air untuk injeksi, Na-CMC 1%, adrenalin, atropin sulfat, pilokarpin HCl, dan propranolol.
B.       Cara Kerja
1.      Dilakukan penghandlingan pada mencit
2.      Mencit masing-masing diberikan obat seperti Na-CMC 1% secara peroral, adrenalin secara intra-peritonial, propranolol secara peroral, pilokarpin HCl secara peroral, atropin sulfat secara peroral, atropin sulfat secara peroral kemudian setelah 15 menit diberikan pilokarpin HCl secara peroral.
3.      Diamati efek yang ditimbulkan dari pemberian obat pada mencit tersebut meliputi diare, salivasi, grooming, tremor, diuresis, straub, midriasis, berkeringat, vasokonstriksi, vasodilatasi, bronkokonstriksi, bronkodilatasi, dan eksoftalamus.
4.      Dicatat pada tabel pengamatan.


BAB V
PEMBAHASAN
Sistem saraf otonom disusun oleh serabut saraf yang berasal dari otak maupun dari sumsum tulang belakang dan menuju organ yang bersangkutan. Dalam sistem ini terdapat beberapa jalur dan masing-masing jalur membentuk sinapsis yang kompleks dan juga membentuk ganglion. Urat saraf yang terdapat pada pangkal ganglion disebut urat saraf pra ganglion dan yang berada pada ujung ganglion disebut urat saraf post ganglion.
 Sistem saraf otonom berfungsi untuk mempertahankan keadaan tubuh dalam kondisi terkontrol tanpa pengendalian secara sadar. Sistem saraf otonom bekerja secara otomatis tanpa perintah dari sistem saraf sadar. Sistem saraf otonom juga disebut sistem saraf tak sadar, karena bekerja diluar kesadaran
Struktur jaringan yang dikontrol oleh sistem saraf otonom yaitu otot jantung, pembuluh darah, iris mata, organ thorakalis, abdominalis, dan kelenjar tubuh. Secara umu, sistem saraf otonom dibagi menjadi dua bagian, yaitu sistem saraf simpatis dan sistem saraf parasimpatis.
Sistem Saraf Simpatis
Sistem saraf simpatis terbagi juga menjadi dua bagian, yaitu saraf otonom kranial dan otonom sakral. Sistem saraf ini berhubungan dengan sumsum tulang belakang melalui serabut-serabut sarafnya, letaknya didepan column vertebrae.
Sistem saraf simpatis ini berfungsi untuk:
a.    Mensarafi otot jantung
b.    Mensarafi pembuluh darah dan otot tak sadar
c.    Mempersarafi semua alat dalam seperti lambung, pancreas dan usus
d.   Melayani serabut motorik sekretorik pada kelenjar keringat
e.    Serabut motorik pada otot tak sadar dalam kulit
f.     Mempertahankan tonus semua otot sadar



Sistem Saraf Parasimpatis
Sistem saraf parasimpatis, hampir sama dengan sistem saraf simpatis, hanya sistem kerjanya saja yang berbeda. Jika saraf simpatis memacu jantung misalnya, maka sistem saraf parasimpatis memperlambat denyut jantung.
Fungsi saraf parasimpatis adalah sebagai berikut:
a.    Merangsang sekresi kelenjar air mata, kelenjar sublingualis, submandibularis dan kelenjar-kelenjar dalam mukosa rongga hidung
b.    Mensarafi kelenjar air mata dan mukosa rongga hidung
c.    Mempersarafi kelenjar ludah
d.   Mempersarafi kelenjar parotis
e.    Mempersarafi sebagian besar alat tubuh yaitu jantung, paru-paru, gastrointestinal, ginjal, pankreas, lien, hepar dan kelenjar suprarenalis
f.     Mempersarafi kolon desendens, sigmoid, rectum, vesika urinaria dan alat kelamin.
Obat sistem saraf otonom dapat dibagi menjadi
1.    Agonis adrenergik (simpatomimetik)
2.    Antagonis adrenergik (simpatolitik)
3.    Agonis kolinergik (parasimpatomimetik)
4.    Antagonis adrenergik (parasimpatolitik).
Adapun alat yang digunakan pada percobaan ini yaitu spoit injeksi dan spoit oral atau kanula.  Bahan yang digunakan adalah aquadest, alkohol, air untuk injeksi, Na-CMC 1%, adrenalin, atropin sulfat, pilokarpin HCl, dan propranolol.
Adapun hasil yang diperoleh dari percobaan ini yaitu:



BAB VI
PENUTUP
A.      Kesimpulan
Dari percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa Na-CMC bukan merupakan golongan obat sistem saraf otonom dan propranolol termasuk obat sistem saraf otonom.
B.       Saran
1.    Untuk laboratorium
          Ketersediaan alat-alat di laboratorium sangat perlu ditingkatkan terutama bahan-bahan yang akan digunakan saat praktikum.
2.    Untuk asisten
          Praktikan sangat mengharapkan ketersediaan kakak-kakak asisten untuk membimbing kami selalu.



DAFTAR PUSTAKA
Dirjen POM, 1979.  Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Dirjen POM, 1995.  Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Mycek, Mary. J. dkk. 2001. Farmakologi Ulasan Bergambar Edisi 2. Jakarta: Widya medika.

Tjay, T.H. dan Rahardja, K. 2002.  Obat-Obat Penting.  Jakarta: PT Elex Media Kompoitindo Gramedia.