Kamis, 12 Februari 2015

Laporan Sistem Saraf Otonom

BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Farmakologi atau ilmu khasiat obat adalah ilmu yang  mempelajari kemampuan obat dengan seluruh aspeknya, baik sifat kimiawi maupun fisikanya, kegiatan fisiologi, resorpsi dan nasipnya didalam organisme hidup. Untuk menyelidiki semua interaksi antara obat dan tubuh manusia khususnya, serta penggunaan pada pengobatan penyakit, disebut farmakologi klinis. Ilmu khasiat obat ini mencakup beberapa bagian yaitu farmakognosi, biofarmasi, farmakokinetik dan farmakodinamika, toksikologi dan farmakoterapi.
Toksikologi adalah pengetahuan tentang efek racun dari obat terhadap tubuh dan sebetulnya termasuk pula dalam kelompok farmakodinamika, karena efek teraupetis obat berhubungan erat dengan efek dosisnya. Pada hakikatnya setiap obat dalam dosis yang cukup tinggi dapat bekerja sebagai racun dan merusak organisme (“sola dosis facit venenum” yang artinya hanya dosis membuat racun.
Farmakologi mempunyai keterkaitan khusus dengan farmasi, yaitu ilmu mengenai cara membuat, memformulasi, menyimpan dan menyediakan obat. Obat didefinisikan sebagai senyawa yang digunakan untuk mencegah, mengobati, mendiagnosis penyakit/gangguan atau menimbulkan suatu kondisi tertentu.
Sistem saraf otonom disusun oleh serabut saraf yang berasal dari otak. Fungsi sistem saraf simpatik dan parasimpatik selalu berlawanan (antagonis). Dua perangkat neuron dalam komponen otonom pada sistem saraf perifer adalah neuron aferen atau sensorik dan neuron eferen atau motorik. Neuron aferen mengirimkan impuls ke sistem saraf  pusat, dimana impuls itu diinterprestasikan. Neuron eferen menerima impuls (informasi) dari otak dan meneruskan impuls ini melalui medulla spinalis ke sel-sel organ efektor. Jalur eferen dalam sistem saraf otonom dibagi menjadi dua cabang yaitu saraf simpatis dan saraf parasimpatis. Dimana kedua sistem saraf ini bekerja pada organ-organ yang sama tetapi menghasilkan respon yang berlawanan agar tercapainya homeostatis (keseimbangan). Kerja obat-obat pada sistem saraf simpatis dan sistem saraf parasimpatis dapat berupa respon yang merangsang atau menekan.
Dalam dunia farmasi, sistem saraf otonom ini sangat erat hubungannya dengan farmakologi dan toksikologi karena kita dapat mengetahui mekanisme kerja obat yang akan mempengaruhi sistem saraf otonom itu sendiri.
B.       Maksud dan Tujuan
1.      Maksud Percobaan
Mengetahui dan memahami efek farmokologi yang ditimbulkan dari golongan obat-obat sistem saraf otonom.
2.      Tujuan Percobaan
Mengetahui efek farmakologi dari obat SSO (sistem saraf otonom) yaitu Na-CMC 1%, adrenalin, propranolol, pilokarpin HCl, atropine sulfat, dengan melihat respon yang ditunjukkan hewan coba setelah pemberian obat secara peroral
C.      Prinsip Percobaan
Penentuan golongan senyawa obat yang termasuk dalam golongan obat adrenergik, antiandrenergik, kolinergik dan antikolinergik berdasarkan efek farmakologi yang ditunjukkan hewan coba setelah pemberian obat Na-CMC, adrenalin, propranolol, pilokarpin HCl, atropine sulfat secara peroral.



BAB II
                                             TINJAUAN PUSTAKA
A.      Tinjauan Teoritis
Sistem saraf kita terdiri dari dua kelompok yakni Susunan Saraf Pusat (SSP) yang meliputi otak dan sumsum tulang belakang, dan Sistem Saraf Perifer dengan saraf-saraf yang secara langsung atau tak langsung ada hubungannya dengan SSP. Saraf perifer ini terbagi lagi kedalam dua bagian, yaitu Susunan Saraf Motoris yang bekerja sekehendak kita, misalnya otot-otot lurik (kaki, tangan, dan sebagainya) serta Susunan Saraf Otonom (SSO) yang bekerja menurut aturannya sendiri (Tjay dan Rahardja, 2002: 450).
Susunan Saraf Otonom (SSO), juga disebut susunan saraf vegetatif, meliputi antara lain saraf-saraf dan ganglia (majemuk dari ganglion yang artinya simpul saraf) yang merupakan persarafan ke otot polos dari berbagai organ (bronchia, lambung, usus, pembuluh darah, dan lain-lain). Termasuk kelompok ini pula adalah otot jantung (lurik) serta beberapa kelenjar (ludah, keringat, dan pencernaan). Dengan demikin, sistem saraf otonom tersebar luas di seluruh tubuh dan fungsinya adalah mengatur secara otonom keadaan fisiologi yang konstan, seperti suhu badan, tekanan, dan peredaran darah serta pernafasan (Tjay dan Rahardja, 2002: 450).
Susunan Saraf Otonom (SSO) dapat dipecah lagi dalam dua cabang yaitu Susunan (Ortho) Simpatik (SO) dan Susunan Parasimpatik (SP). Pada umumnya dapat dikatakan bahwa kedua susunan ini bekerja antagonis: bila suatu sistem merintangi fungsi tertentu, sistem lainnya justru menstimulasinya. Tetapi, dalam beberapa hal, khasiatnya berlainan sama sekali bahkan bersifat sinergis (Tjay dan Rahardja, 2002: 450).
Susunan saraf motoris mengatur otot-otot lurik dengan impuls listrik (rangsangan) yang secara langsung dikirim dari SSP melalui saraf motoris ke otot tersebut (Tjay dan Rahardja, 2002: 450).
Pada susunan saraf otonom, impuls disalurkan ke organ tujuan (efektor, organ ujung) secara tak langsung. Saraf otonom di beberapa tempat terkumpul di sel-sel ganglion, dimana terdapat sinaps, yaitu sela di antara dua neuron (sel saraf). Saraf yang meneruskan impuls dari SSP ke ganglia dinamakan neuron preganglioner, sedangkan saraf antara ganglia dan organ ujung disebut neuron post-ganglioner. Impuls dari SSP dalam sinaps dialihkan dari satu neuron kepada yang lain secara kimiawi dengan jalan neurotransmitter (juga disebut neurohormon). Bila dalam suatu neuron impuls tiba di sinaps, maka pada saat itu juga neuron tersebut membebaskan suatu neurohormon di ujungnya, yang melintasi sinaps dan merangsang neuron berikutnya. Pada sinaps yang berikut dibebaskan pula neurohormon dan seterusnya hingga impuls tiba di organ efektor (Tjay dan Rahardja, 2002: 450-452).
Saraf kolinergik. Semua neuron preganglioner, baik dari SO maupun dari SP, menghasilkan neurohormon asetilkolin, begitu pula neuron post-ganglioner dari SP. Saraf-saraf ini disebut saraf kolihnergik. Asetilkolin (ACh) merupakan transmitter pula untuk saraf motoris pada penerusan impuls ke otot-otot lurik (Tjay dan Rahardja, 2002: 452).
Saraf adrenergik. Sebaliknya, neuron post-ganglioner dari SO meneruskan impuls dari SSP dengan melepaskan neurohormon adrealin da atau non-adrenalin (NA) pada ujungnya. Neuron ini dinamakan saraf adrenergik. Adrenalin juga dihasilkan oleh bagian dalam (medulla) dari anak ginjal (Tjay dan Rahardja, 2002: 452).
Guna menghindari kumulasi neurohormon dan terangsangnya saraf secara kontinu, maka terdapat suatu mekanisme inaktivasi. Setelah meneruskan implus, transmitter diuraikan oleh enzim yang terdapat dalam darah dan jaringan. Asetilkolin diuraikan oleh sepasang enzim koinesterase. Non-adrenalin dalam darah mengalami metilasi oleh metiltransferase (COMT) dan deaminasi oleh monoamin-oksidase (MAO) dalam hati serta di jung neuron (setelah diresorpsi kembali). Enzim MAO ini juga bertanggung jawab atas penguraian neurohormon lain dari kelompok kimiawi catecholamin yang aktif dalam SSP, misalnya serotonin dan dopamin (Tjay dan Rahardja, 2002: 452).
Obat-obat otonom adalah obat-obat yang dapat mempengaruhi penerusan impuls dalam susunan saraf otonom dengan jalan mengganggu sintesa, penimbunan, pembebasan, atau penguraian neurotransmitter atau mempengaruhi kerjanya atas atas reseptor khusus. Akibatnya adalah dipengaruhinya fungsi otot polos dan organ, jantung, dan kelenjar dopamin (Tjay dan Rahardja, 2002: 452).
Menurut khasiatnya obat otonom dapat digolongkan sebagai berikut:
1.  Zat-zat yang bekerja terhadap SO, yakni:
a)      Simpatomimetika (adrenergika), yang meniru  efek dan perangsangan SO oleh misalnya non-adrenalin, efedrin, isoprenalin, dan amfetamin.
b)      Simpatolitika (adrenolitika), yang justru menekan saraf simpatik atau melawan efek adrenergika, umpamanya alkaloida sekale dan propranolol.
2.      Zat-zat yang bekerja terhadap SP, yakni:
a)      Parasipatomimetika (kolinergika) yang merangsang organ-organ yang dilayani saraf parasimpatik dan meniru efek perangsangan dengan asetilkolin, misalnya pilokarpin dan fisostigmin.
b)      Parasimpatolitika (antikolinergika) yang justru melawan efek-efek parasimpatomimetika, misalnya alkaloida belladona, propantelin, dan mepenzolat.
3.      Zat-zat perintang ganglion, yang merintangi penerusan impuls dalam sel-sel ganglionik simpatik dan parasimpatik. Efek perintangan ini dampaknya luas, antara lain vasodilatasi karena blokade susunan simpatik dopamin (Tjay dan Rahardja, 2002: 452).
Penggolongan obat SSO dapat juga sebagai berikut:
1.     Agonis kolinergik
Agonis kolinergik dibagi menjadi 3 kelompok yaitu:
a)    Bekerja langsung
Obat-obat yang termasuk dalam kelompok ini yaitu: Asetilkolin, betanekol, karbakol, dan pilokarpin.

b)   Bekerja tak langsung (reversibel)
Obat-obat yang termasuk dalam kelompok ini yaitu: edrofonium, neostigmin, fisostigmin, dan piridostigmin.
c)    Bekerja tak langsung (ireversibel)
Obat-obat yang termasuk dalam kelompok ini yaitu: ekotiofat dan isoflurofat.
2.    Antagonis kolinergik
Antagonis kolinergik terbagi ke dalam 3 kelompok, yaitu:
a)    Obat antimuskarinik
Obat-obat yang termasuk dalam kelompok ini yaitu: atropin, ipratropium, dan skopolamin.
b)   Penyekat ganglionik
Obat-obat yang termasuk dalam kelompok ini yaitu: mekamilamin, nikotin, dan trimetafan.
c)    Penyekat neuromuskular
Obat-obat yang termasuk dalam kelompok ini yaitu: atrakurium, doksakurium, metokurin, mivakurium, pankuronium, piperkuronium, rokuronium, suksinilkolin, tubokurarin, dan vekuronium.
3.    Agonis adrenergik
Agonis adrenergik terbagi ke dalam 3 kelompok, yaitu:
a)    Bekerja langsung
Obat-obat yang termasuk dalam kelompok ini yaitu: albuterol, klonidin, dobutamin*, dopami*, epinefrin*, isopreterenol*, metapreterenol, metoksamin, norepinefrin*, fenilefrin, ritodrin, dan terbutalin.
b)   Bekerja tak langsung
Obat-obat yang termasuk dalam kelompok ini yaitu: amfetamin dan tiramin.
c)    Bekarja ganda
Obat-obat yang termasuk dalam kelompok ini yaitu: efedrin dan metaraminol.
4.    Antagonis adrenergik
Antagonis adrenergik terbagi ke dalam 3 kelompok, yaitu:
a)    Penyekat-
Obat-obat yang termasuk dalam kelompok ini yaitu: doxazosin, fenoksinbenzamin, fentolamin, prazosin, dan terazosin.
b)      Penyekat-
Obat-obat yang termasuk dalam kelompok ini yaitu: asebutolol, atenolol, labetalol, metoprolol, nadolol, pindolol, propranolol, dan timolol.
(Mycek, Mary.J, dkk. 2001: 35-79).
B.       Uraian Bahan
1.    Aquadest (Dirjen POM, 1979: 96)
Nama Resmi                : AQUA DESTILLATA
Nama Lain                   : Air murni, air suling, air batering.
Rumus Molekul           : H2O
Berat Molekul             : 18,02
Rumus Struktur           :         O
                                      H              H
Pemerian                      : Cairan jernih, tidak  berwarna tidak berbau, tidak      
                                                   berasa.
Penyimpanan               : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan                    : Sebagai zat tambahan
2.    Alkohol (Dirjen POM, 1979: 65)
Nama Resmi                :  AETHANOLUM
Nama Lain                   :  Alkohol, etanol
Pemerian                     : Cairan tak berwarna, jernih, mudah dan mudah  
                                       bergerak, bau khas, rasa panas, mudah terbakar  
                                       dengan memberikan nyala  biru yang tidak
                                       berasap.
Kelarutan                     :  Sangat mudah larut dalam air, dalam
                                                   kloroform P, dan dalam eter P.
Penyimpanan               :  Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari
                                                   cahaya, ditempat sejuk, jauh dari nyala api.
Kegunaan                    :  Sebagai zat tambahan
3.        Adrenalin (Dirjen POM, 1979: 238)
Nama Resmi                :  EPINEPHRINUM
Nama Lain                   :  Epinefrin, Adrenalin
Pemerian                     :  Serbuk hablur renik, putih atau putih kuning
                                                   gading.
Kelarutan                     :  Agak sukar larut dalam air, tidak larut dalam
                                       etanol (95%) P, dalam eter P, mudah larut dalam
                                       larutan asam mineral, dalam natrium hidroksida P
                                       dan dalam kalium hidroksida, tetapi tidak larut
                                       dalam larutan amoniak dan alkali atau netral,
                                       berubah menjadi merah jika terkena cahaya.
Penyimpanan               :  Dalam wadah tertutup rapat, berisi dosis ganda,
                                       terlindung dari cahaya.
Kegunaan                    :  Sebagai simpatomimetikum
4.        Aqua Pro Injeksi (Dirjen POM, 1979: 112)
Nama Resmi                :  AQUA STERILE PRO INJECTION
Nama Lain                   :  Air steril untuk injeksi
Pemerian                     :  Cairan jernih tidak berwarna, tidak berbau.
Penyimpanan               :  Dalam wadah dosis tunggal dari kaca atau plastik
Kegunaan                    :   Sebagai pelarut
5.        Na-CMC (Dirjen POM, 1979: 401)
Nama Resmi                :  NATRII CARBOXYMETHYLCELLULOSUM
Nama Lain                   :  Natrium karboksilmetilselulosa
Pemerian                     :  Serbuk atau butiran, putih atau kuning gading,
                                        tidak berbau dan hampir tidak berbau,
                                        higroskopik.
Kelarutan                      :  Mudah mendispersi dalam air, membentuk
                                       suspensi koloidal, tidak larut dalam etanol (95%)
                                        P, dalam eter P,dalam pelarut organik lain.
6.      Propranolol ((Dirjen POM, 1995: 709)
Nama Resmi          :  PROPANOLOLI HYDROCHLORIDUM
Nama Lain                        :  Propanolol Hidroklorida
Pemerian              :  Serbuk hablur putih atau hampir putih, tidak
                                 berbau, rasa pahit.
Kelarutan               : Larut dalam air, dalam etanol, dan sukar larut
                                 dalam kloroform, praktis tidak larut dalam eter.
Penyimpanan         :  Dalam wadah tertutup rapat.



BAB III
METODE KERJA
A.      Alat dan Bahan
1.      Alat yang digunakan
           Adapun alat yang digunakan pada percobaan ini yaitu: Spoit injeksi, spoit oral (kanula), dan stopwatch.
2.      Bahan yang digunakan
           Adapun bahan yang digunakan yaitu: aquadest, alkohol, air untuk injeksi, Na-CMC 1%, adrenalin, atropin sulfat, pilokarpin HCl, dan propranolol.
B.       Cara Kerja
1.      Dilakukan penghandlingan pada mencit
2.      Mencit masing-masing diberikan obat seperti Na-CMC 1% secara peroral, adrenalin secara intra-peritonial, propranolol secara peroral, pilokarpin HCl secara peroral, atropin sulfat secara peroral, atropin sulfat secara peroral kemudian setelah 15 menit diberikan pilokarpin HCl secara peroral.
3.      Diamati efek yang ditimbulkan dari pemberian obat pada mencit tersebut meliputi diare, salivasi, grooming, tremor, diuresis, straub, midriasis, berkeringat, vasokonstriksi, vasodilatasi, bronkokonstriksi, bronkodilatasi, dan eksoftalamus.
4.      Dicatat pada tabel pengamatan.


BAB V
PEMBAHASAN
Sistem saraf otonom disusun oleh serabut saraf yang berasal dari otak maupun dari sumsum tulang belakang dan menuju organ yang bersangkutan. Dalam sistem ini terdapat beberapa jalur dan masing-masing jalur membentuk sinapsis yang kompleks dan juga membentuk ganglion. Urat saraf yang terdapat pada pangkal ganglion disebut urat saraf pra ganglion dan yang berada pada ujung ganglion disebut urat saraf post ganglion.
 Sistem saraf otonom berfungsi untuk mempertahankan keadaan tubuh dalam kondisi terkontrol tanpa pengendalian secara sadar. Sistem saraf otonom bekerja secara otomatis tanpa perintah dari sistem saraf sadar. Sistem saraf otonom juga disebut sistem saraf tak sadar, karena bekerja diluar kesadaran
Struktur jaringan yang dikontrol oleh sistem saraf otonom yaitu otot jantung, pembuluh darah, iris mata, organ thorakalis, abdominalis, dan kelenjar tubuh. Secara umu, sistem saraf otonom dibagi menjadi dua bagian, yaitu sistem saraf simpatis dan sistem saraf parasimpatis.
Sistem Saraf Simpatis
Sistem saraf simpatis terbagi juga menjadi dua bagian, yaitu saraf otonom kranial dan otonom sakral. Sistem saraf ini berhubungan dengan sumsum tulang belakang melalui serabut-serabut sarafnya, letaknya didepan column vertebrae.
Sistem saraf simpatis ini berfungsi untuk:
a.    Mensarafi otot jantung
b.    Mensarafi pembuluh darah dan otot tak sadar
c.    Mempersarafi semua alat dalam seperti lambung, pancreas dan usus
d.   Melayani serabut motorik sekretorik pada kelenjar keringat
e.    Serabut motorik pada otot tak sadar dalam kulit
f.     Mempertahankan tonus semua otot sadar



Sistem Saraf Parasimpatis
Sistem saraf parasimpatis, hampir sama dengan sistem saraf simpatis, hanya sistem kerjanya saja yang berbeda. Jika saraf simpatis memacu jantung misalnya, maka sistem saraf parasimpatis memperlambat denyut jantung.
Fungsi saraf parasimpatis adalah sebagai berikut:
a.    Merangsang sekresi kelenjar air mata, kelenjar sublingualis, submandibularis dan kelenjar-kelenjar dalam mukosa rongga hidung
b.    Mensarafi kelenjar air mata dan mukosa rongga hidung
c.    Mempersarafi kelenjar ludah
d.   Mempersarafi kelenjar parotis
e.    Mempersarafi sebagian besar alat tubuh yaitu jantung, paru-paru, gastrointestinal, ginjal, pankreas, lien, hepar dan kelenjar suprarenalis
f.     Mempersarafi kolon desendens, sigmoid, rectum, vesika urinaria dan alat kelamin.
Obat sistem saraf otonom dapat dibagi menjadi
1.    Agonis adrenergik (simpatomimetik)
2.    Antagonis adrenergik (simpatolitik)
3.    Agonis kolinergik (parasimpatomimetik)
4.    Antagonis adrenergik (parasimpatolitik).
Adapun alat yang digunakan pada percobaan ini yaitu spoit injeksi dan spoit oral atau kanula.  Bahan yang digunakan adalah aquadest, alkohol, air untuk injeksi, Na-CMC 1%, adrenalin, atropin sulfat, pilokarpin HCl, dan propranolol.
Adapun hasil yang diperoleh dari percobaan ini yaitu:



BAB VI
PENUTUP
A.      Kesimpulan
Dari percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa Na-CMC bukan merupakan golongan obat sistem saraf otonom dan propranolol termasuk obat sistem saraf otonom.
B.       Saran
1.    Untuk laboratorium
          Ketersediaan alat-alat di laboratorium sangat perlu ditingkatkan terutama bahan-bahan yang akan digunakan saat praktikum.
2.    Untuk asisten
          Praktikan sangat mengharapkan ketersediaan kakak-kakak asisten untuk membimbing kami selalu.



DAFTAR PUSTAKA
Dirjen POM, 1979.  Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Dirjen POM, 1995.  Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Mycek, Mary. J. dkk. 2001. Farmakologi Ulasan Bergambar Edisi 2. Jakarta: Widya medika.

Tjay, T.H. dan Rahardja, K. 2002.  Obat-Obat Penting.  Jakarta: PT Elex Media Kompoitindo Gramedia.

0 komentar:

Posting Komentar