BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keandalan pengamatan manusia terhadap suatu subyek
dalam suatu pengamatan sangat terbatas. Oleh karena itu diperlukannya suatu
alat atau obyek tertentu untuk dapat membantunya dan yang dapat pula
dipergunakan sebagai subyek dalam penelitian, di antaranya adalah dengan
mempergunakan hewan-hewan percobaan.
Penggunaan hewan percobaan terus berkembang hingga
kini. Kegunaan hewan percobaan tersebut antara lain sebagai pengganti dari
subyek yang diinginkan, sebagai model, di samping itu di
bidang farmasi juga digunakan sebagai alat untuk mengukur besaran kualitas dan
kuantitas suatu obat sebelum diberikan kepada manusia.
Tidak semua hewan coba dapat digunakan dalam suatu
penelitian, harus dipilih mana yang sesuai dan dapat memberikan gambaran tujuan
yang akan dicapai. Hewan sebagai model atau sarana percobaan haruslah memenuhi
persyaratan-persyaratan tertentu, antara lain persyaratan genetis/keturunan dan
lingkungan yang memadai dalam pengelolaannya, di samping faktor ekonomis, mudah
tidaknya diperoleh, serta mampu memberikan reaksi biologis yang mirip kejadiannya
pada manusia. Oleh karena itu, kita dapat dan lebih mudah menggunakan hewan
coba sebagai hewan percobaan.
B. Maksud Dan
Tujuan Percobaan
1.
Maksud Percobaan
Mengetahui dan memahami cara-cara perlakuan pada hewan
coba.
2. Tujuan
Percobaan
Dapat mengetahui cara-cara penanganan dan perlakuan
terhadap hewan coba mencit (Mus musculus)
C. Prinsip
Percobaan
Penanganan hewan coba mencit (Mus musculus)
dengan memegang ekor mencit dengan jari, sedangkan tangan kanan memegang bagian
leher mencit selanjutnya diberi perlakuan pada hewan coba (Mus musculus).
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
A. Teori Umum
Dalam arti
luas farmakologi ialah ilmu mengenai pengaruh senyawa terhadap sel hidup, lewat
proses kimia khususnya lewat reseptor. Dalam ilmu kedokteran senyawa tersebut
disebut obat, dan lebih menekankan pengetahuan yang mendasari manfaat dan
resiko penggunaan obat. Karena itu dikatakan farmakologi merupakan seni
menimbang (the art of weighing). Obat
didefinisikan sebagai senyawa yang digunakan untuk mencegah, mengobati,
mendiagnosis penyakit/gangguan, atau menimbulkan suatu kondisi tertentu,
misalnya membuat seseorang infertil, atau melumpuhkan otot rangka selama
pembedahan hewan coba. Farmakologi mempunyai keterkaitan khusus dengan farmasi,
yaitu ilmu cara membuat, menformulasi, menyimpan dan menyediakan obat (Marjono,2011:76).
Toksikologi
adalah pengetahuan tentang efek racun dari obat terhadap tubuh dan sebetulnya
termasuk pula dalam kelompok farmakodinamika, karena efek teraupetis obat berhubungan
erat dengan efek dosisnya. Pada hakikatnya setiap obat dalam dosis yang cukup
tinggi dapat bekerja sebagai racun dan merusak organisme (Tjay,2007:172).
Pada
dasarnya hewan percobaan dapat merupakan suatu kunci dalam mengembangkan suatu
penelitian dan telah banyak berjasa bagi ilmu pengetahuan, khususnya
pengetahuan tentang berbagai macam penyakit seperti: malaria, filariasis, demam
berdarah, TBC, gangguan jiwa dan semacam bentuk kanker. Hewan percobaan
tersebut oleh karena sebagai alternatif terakhir sebagai animal model. Setelah
melihat beberapa kemungkinan peranan hewan percobaan, maka dengan berkurangnya
atau bahkan tidak tersedianya hewan percobaan, akan berakibat penurunan standar
keselamatan obat-obatan dan vaksin, bahkan dapat melumpuhkan beberapa riset
medis yang sangat dibutuhkan manusia (Sulaksono,1992:318).
Hewan coba/hewan
uji atau sering disebut hewan laboratorium adalah hewan yang khusus
diternakan untuk keperluan penelitian biologik. Hewan percobaan digunakan untuk
penelitian pengaruh bahan kimia atau obat pada manusia. Peranan hewan percobaan
dalam kegiatan penelitian ilmiah telah berjalan sejak puluhan tahun yang lalu.
Sebagai pola kebijaksanaan pembangunan nasional bahkan internasional, dalam
rangka keselamatan umat manusia di dunia adalah adanya Deklarasi Helsinki.
Deklarasi ini berisi tentang segi etik percobaan yang menggunakan manusia
(1964) antara lain dikatakan perlunya diakukan percobaan pada hewan, sebelum
percobaan di bidang biomedis maupun riset lainnya dilakukan atau diperlakukan
terhadap manusia, sehingga dengan demikian jelas hewan percobaan mempunyai
mission di dalam keikutsertaannya menunjang program keselamatan umat manusia
melalui suatu penelitian biomedis (Sulaksono,1992:321).
Ditinjau
dari segi sistem pengelolaannya atau cara pemeliharaannya, di mana faktor
keturunan dan lingkungan berhubungan dengan sifat biologis yang
terlihat/karakteristik hewan percobaan, maka ada 4 golongan hewan, yaitu :
1)
Hewan liar.
2)
Hewan yang konvensional, yaitu hewan
yang dipelihara secara terbuka
3)
Hewan yang bebas kuman spesifik
patogen, yaitu hewan yang dipelihara dengan sistim barrier
(tertutup).
4)
Hewan yang bebas sama sekali dari
benih kuman, yaitu hewan yang dipelihara dengan sistem isolator.
Sudah barang tentu penggunaan hewan percobaan tersebut
di atas disesuaikan dengan macam percobaan biomedis yang akan dilakukan.
Semakin meningkat cara pemeliharaan, semakin sempurna pula hasil percobaan yang
dilakukan. Dengan demikian, apabila suatu percobaan dilakukan terhadap hewan
percobaan yang liar, hasilnya akan berbeda bila menggunakan hewan percobaan
konvensional ilmiah maupun hewan yang bebas kuman (Sulaksono,1987 :323)
Penanganan hewan percobaan hendaklah dilakukan dengan
penuh rasa kasih sayang dan berprikemanusiaan. Di dalam menilai efek farmakologis
suatu senyawa bioaktif dengan hewan percobaan dapat dipengaruhi oleh
berbagai faktor, antara lain (Malole,1989:475) :
1.
Faktor internal pada hewan percobaan
sendiri: umur, jenis kelamin, bobot badan, keadaan kesehatan, nutrisi, dan
sifat genetik.
2.
Faktor–faktor lain yaitu faktor
lingkungan, keadaan kandang, suasana kandang, populasi dalam kandang, keadaan
ruang tempat pemeliharaan, pengalaman hewan percobaan sebelumnya, suplai
oksigen dalam ruang pemeliharaan, dan cara pemeliharaan.
3.
Keadaan faktor–faktor ini dapat
merubah atau mempengaruhi respon hewan percobaan terhadap senyawa bioaktif yang
diujikan. Penanganan yang tidak wajar terhadap hewan percobaan dapat
mempengaruhi hasil percobaan, memberikan penyimpangan hasil. Di samping itu
cara pemberian senyawa bioaktif terhadap hewan percobaan tentu mempengaruhi
respon hewan terhadap senyawa bioaktif yang bersangkutan terutama segi
kemunculan efeknya. Cara pemberian yang digunakan tentu tergantung pula kepada
bahan atau bentuk sediaan yang akan digunakan serta hewan percobaan yang akan
digunakan. Sebelum senyawa bioaktif dapat mencapai tempat kerjanya, senyawa
bioaktif harus melalui proses absorpsi terlebih dahulu.
Rute
pemberian obat menentukan jumlah dan kecepatan obat yang masuk ke dalam tubuh, sehingga
merupakan penentu keberhasilan terapi atau kemungkinan timbulnya efek yang
merugikan. Rute pemberian obat dibagi 2, yaitu enternal dan parenteral
(Priyanto, 2008:127).
Semua jenis
hewan percobaan harus ditempatkan dalam lingkungan yang stabil dan sesuai
dengan keperluan fisiologis, termasuk memperhatikan suhu, kelembaban dan
kecepatan pertukaran udara yang ekstrim harus dihindari. Kebanyakan hewan coba
tidak dapat berkembangbiak dengan baik pada kamar lebih tinggi dari suhu 300C.
Mencit, tikus dan marmut maksimum perkembangbiakannya pada suhu 300C,
kelinci pada suhu 2500C (Malole,1989:481).
a.
Pengawasan status kesehatan
Standar kebersihan hewan percobaan
yang diperlukan sama dengan manusia harus dijaga agar dapat hidup sehat.
Dinding dan lantai misalnya harus tahan air dan mudah dicuci. Lantai harus
dibuat sedemikian rupa agar air dapat mengalir dan cepat kering sesudah dicuci.
Bahan bangunan yang dipakai untuk membangun gedung harus kuat dan tahan lama.
b.
Pengawasan orang yang akan merawat
hewan percobaan
Jumlah pengunjung yang masuk ke
dalam kamar penelitian/ pemeliharaan harus dibatasi karena semakin banyak yang
masuk dapat menyebabkan jumlah mikroorganisme patogen dan dapat saling
mengkontaminasi.
c.
Pengawasan makanan dan minuman
Kualitas makanan baik dapat
diperoleh jika nilai komponen ransum telah diketahui. Misalnya, tikus dan
mencit memerlukan ransum yang mengandung 20% protein sedangkan kelinci dan
marmut hanya memerlukan 14-15% protein.
d.
Pengawasan sistem pengolahan dan
pembiakan
Dalam keadaan ideal, semua harus
ideal. Misalnya, kandang hewan coba harus diketahui batas masimalnya, makanan
dan minuman yang harus selalu diperhatikan. Kebanyakan pemberian
makanan/minuman bisa mencemari kandang dan memberi lingkungan tidak sehat.
e.
Pengawasan kualitas hewan
Kualitas genetik hewan coba penting
dalam penelitian dasar. Sering bahwa hewan coba inbreed mempunyai kualitas genetik lebih tinggi dan lebih
bermanfaat dibandingkan hewan percobaan outbreed.
Tetapi itu tidak selalu benar.
Adapun
tujuan penggunaan hewan percobaan sejalan dengan arah bidang ilmu ialah sebagai
berikut: (Malole.1989:482-483)
1. Bidang
Toksikologi
Pengujian toksikologi dengan
menggunakan hewan percobaan yang dilakukan di lingkungan industri bertujuan
agar bahan kimia yang dibubuhkan pada bahan makanan tepat dalam arti aman buat
konsumen, efektif daya kerjanya dan masih mendatangkan keuntungan bagi
perusahaan. Status kesehatan berdasarkan pemeriksaan yaitu :
a.
Ektoparasit dan endoparasit
b.
Patologi
c.
Profil hematologi dan kimia darah
d.
Penyakit menular
2. Bidang
Patologi
Para ahli
patologi memakai hewan percobaan terutama untuk meneliti atau mengamati adanya
perubahan-perubahan patologik jaringan tubuh yang disebabkan oleh :
a.
Terjadinya kontak antar spesies
(infeksi mikroorganisme atau invasi parasit pada hewan atau menusia).
b.
Stress karena faktor lingkungan
(suhu, kelembaban, sanitasi, ventilasi, kepadatan dan lain-lain).
c.
Keracunan makanan
d.
Defisiensi makanan (defisiensi vit.
A, defisiensi vit. E)
Hewan percobaan juga dimanfaatkan
oleh ahli patolgi untuk penelitian tentang tumor dan kanker bahkan hewan
percobaan juga dimanfaatkan sebagai lahan untuk menanam dan menghasilkan
sel–sel tumor ini dapat dimanfaatkan oleh ahli mikrobiologi untuk membuat
biakan jaringan guna membiakkan virus, selain itu dapat juga digunakan untuk
mendeterminasi penyakit berdasarkan perubahan-perubahan jaringan dan organ
tubuh yang terjadi setelah hewan percobaan tersebut mendapat perlakuan
(keracunan karena mengisap chloroform, keracunan aflatoksin melalui ransum).
3.
Bidang Parasitologi
Hewan
percobaan yang digunakan dalam penelitian parasitologi dikehendaki berkualitas
baik, sebelum melangkah untuk melakukan penelitian dalam bidang parasitologi,
kita perlu mengetahui interaksi antar parasit sendiri.misalnya pada hewan
mencit yang diberi antibiotik untuk mengusir mikroflora dalam usus dan kemudian
diganti oleh mikroorganisme tertentu.
4.
Bidang Imunologi
Respon imun
pada hewan percobaan sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu termasuk
perihal infeksi oleh bakteri, virus maupun parasit, stress, faktor diet /
ransum dan peradangan non spesifik.
Tabel 1.1 Ukuran
dan alat yang digunakan untuk pemberian obat pada hewan percobaan.
Hewan
|
IV
|
IP
|
SC
|
IM
|
Oral
|
Mencit
|
Jarum
27,5 g
1/2inci
|
Jarum
25 g
¼ inci
|
Jarum
25 g
¼ inci
|
Jarum
25 g
¾ inci
|
Ujung tumpul
15 g/16 g
2 inci
|
Tikus
|
Jarum
25 g
|
Jarum
25 g
1 inci
|
Jarum
25 g
1 inci
|
Jarum
25 g
1 inci
|
Ujung tumpul
15 g/16 g
2 inci
|
Kelinci
|
Jarum
25 g
1 inci
|
Jarum
21 g
1¼ inci
|
Jarum
25 g
1 inci
|
Jarum
25 g
1 inci
|
Kateter karet no. 9
|
Marmut
|
-
|
Jarum
25 g
1 inci
|
Jarum
25 g
1 inci
|
Jarum
25 g
¾ inci
|
-
|
Kucing
|
-
|
Jarum
21 g
1½ inci
|
Jarum
25 g
1 inci
|
Jarum
25 g
1 inci
|
-
|
(Harmita,2008: 64)
Tabel 1.2 Konversi perhitungan dosis untuk
berbagai jenis hewan dan manusia.
Hewan
percobaan
|
Mencit
20 g
|
Tikus
200 g
|
Marmut
400 g
|
Kelinci
1,5 kg
|
Kucing
2 kg
|
Kera
4 kg
|
Anjing
12 kg
|
Manusia
70 kg
|
Mencit
20 g
|
1,0
|
7,0
|
12,25
|
27,8
|
29,7
|
64,1
|
124,2
|
387,9
|
Tikus
200 g
|
0,14
|
1,0
|
1,74
|
3,9
|
4,2
|
9,2
|
17,8
|
56,0
|
Marmut
400 g
|
0,08
|
0,57
|
1,0
|
2,25
|
2,4
|
5,2
|
10,2
|
31,5
|
Kelinci
1,5 kg
|
0,04
|
0,25
|
0,44
|
1,0
|
1,08
|
2,4
|
4,5
|
14,2
|
Kucing
2 kg
|
0,03
|
0,23
|
0,41
|
0,92
|
1,0
|
2,2
|
4,1
|
13,2
|
Kera
4 kg
|
0,016
|
0,11
|
0,19
|
0,42
|
0,45
|
1,0
|
1,9
|
6,1
|
Anjing
12 kg
|
0,008
|
0,06
|
0,10
|
0,22
|
0,24
|
0,52
|
1,0
|
3,1
|
Manusia
70 kg
|
0,0026
|
0,018
|
0,031
|
0,07
|
0,076
|
0,16
|
0,32
|
1,0
|
(Harmita,2008: 66)
Tabel
1.3 Volume maksimum larutan/padatan yang dapat diberikan pada hewan
Hewan
|
Volume maksimum (ml)
sesuai jalur pemberian
|
||||
IV
|
IM
|
IP
|
SC
|
PO
|
|
Mencit 20-30 g)
|
0,5
|
0,05
|
1,0
|
0,5-1,0
|
1,0
|
Tikus (100 g)
|
1,0
|
0,1
|
2-5,0
|
0,5-5,0
|
5,0
|
Hamster (50 g)
|
-
|
0,1
|
1-2,0
|
2,5
|
2,5
|
Marmut (250 g)
|
-
|
0,25
|
2-5,0
|
5,0
|
10,0
|
Merpati (300 g)
|
2,0
|
0,5
|
2,0
|
2,0
|
10,0
|
Kelinci (2,5 kg)
|
5-10,0
|
0,5
|
10-20,0
|
5-10,0
|
20,0
|
Kucing (3 kg)
|
5-10,0
|
1,0
|
10-20,0
|
5-10,0
|
50,0
|
Anjing (5 kg)
|
10-20,0
|
5,0
|
20-50,0
|
10,0
|
100,0
|
(Harmita,2008:
67)
Tabel
1.4 Data anastesi umum pada hewan percobaan.
Hewan
percobaan
|
Anastetik
|
Kepekatan
larutan dan pelarut
|
Dosis
|
Rute pemberian
|
Mencit
Dan tikus
|
Eter kloralose uretan
|
2% dalam NaCl fisiologis 10-25% dalam NaCl
|
300 mg/kg
1-1,25 g/kg
|
Inhalasi
i.p
i.p
|
Nembutal
|
65 mg/ml
|
40-60 mg/kg
(kerja singkat)
80-100 mg/kg
(kerja lama)
|
i.p
|
|
Pentobarbital
|
4,5-6% dalam NaCl fisiologis
|
45-60 mg/kg
35 mg/kg
|
i.p
i.v
|
|
Na heksobarbital
|
7,5% dalam NaCl fisiologis
4,7% dalam NaCl
|
75 mg/kg
47 mg/kg
|
i.p
i.v
|
|
Kelinci
|
Eter (kloralose+nembutal)
|
1% dalam NaCl fisiologi
65 mg/ml
|
100 mg/kg
|
Inhalasi
i.v
|
Uretan
Pentobarbital
|
10% dalam NaCl fisiologis
5% dalam NaCl fisiologis
|
19 g/kg
22 mg/kg
(kerja lama)
11 mg/kg
(kerja singkat)
|
i.p/i.v
i.v
|
|
Pentotal
|
5% dalam air suling
|
10-20 mg/kg
(menurut jangka waktu kerja)
|
i.v
|
|
Morfin
|
5% dalam
air suling
|
100 mg/kg
|
s.c
|
|
Marmut
|
Eter
Kloroform
Uretan
Kloralose
Pentobarbital
Nembutal
|
10% dalam NaCl fisiologis hangat
2% dalam NaCl fisiologis
Seperti pada tikus
|
19 g/kg
150 mg/kg
28 mg/kg
|
Inhalasi
Inhalasi
i.p
i.p
|
(Harmita,2008:
67)
B. Uraian Hewan
1.
Karakteristik
Hewan Coba
Mencit
merupakan salah satu hewan pengerat dan mudah berkembang biak yang memiliki
karakteristik sebagai berikut :
a. Mencit (Mus musculus ).
Lama Hidup
: 1- 2 tahun, bisa sampai 3 tahun
Lama Bunting
: 19 - 21 hari
Umur Disapih
: 21 hari
Umur Dewasa
: 35 hari
Siklus Kelamin
: poliestrus
Siklus Estrus : 4-5
hari
Lama Estrus
: 12-24 jam
Berat Dewasa
: 20-40 g
jantan;18-35 g betina
Berat Lahir
: 0,5-1,0
gram
Jumlah anak
: rata-rata
6, bisa 15
Suhu ( rektal )
: 35-39˚C(
rata-rata 37,4˚C )
Perkawinan Kelompok : 4 betina dengan 1 jantan
Aktivitas
: Nokturnal (malam)
Sifat– sifat mencit :
1. pembauannya
sangat peka yang memiliki fungsi untuk mendeteksi akan, deteksi predator dan
deteksi signal (feromon).
2. penglihatan
jelek karena sel konus sedikit sehingga tidak dapat melihat warna.
3. Sistem
sosial: berkelompok
4. Tingkah
laku:
* jantan dewasa + jantan dewasa akan berkelahi
* Betina dewasa + jantan dewasa damai
* Betina dewasa + betina dewasa damai
b. Tikus putih
(Rattus norvegicus)
Lama hidup
:
2-3 tahun, dapat sampai 4 tahun.
Lama Bunting :
20-22 hari.
Kawin sesudah beranak : 1 sampai 24 jam.
Umur disapih
: 21 hari.
Umur dewasa
: 40-60 hari.
Umur dikawinkan :
10 minggu (jantan dan betina).
Siklus estrus (birahi) : 4-5 hari.
Lama estrus
: 9-20 jam.
Perkawinan
: Pada waktu estrus.
Ovulasi
: 8-11 jam sesudah
timbul estrus.
Jumlah anak
: Rata-rata 9-20.
Perkawinan kelompok : 3 betina dengan 1
jantan
c. Kelinci
(Oryctolagus cuniculus)
Masa hidup
:
5 - 10 tahun
Masa produksi
: 1 - 3
tahun
Masa bunting
: 28-35 hari
(rata-rata 29 - 31 hari)
Masa penyapihan : 6-8 minggu
Umur dewasa
: 4-10 bulan
Umur dikawinkan : 6-12 bulan
Siklus kelamin : Poliestrus dalam setahun 5 kali
hamil
Siklus berahi
:
Sekitar 2 minggu
Ovulasi
: Terjadi kawin (9
- 13 jam kemudian)
Fertilitas
:
1 - 2 jam sesudah kawin
Jumlah kelahiran : 4 - 10 ekor (rata-rata 6 - 8)
Volume
darah : 40 ml/kg berat badan
Bobot dewasa
: tergantung pada
ras, jenis kelamin.
2. Klasifikasi Hewan Coba
• Mencit (
Mus Musculus )
Kingdom
: Animalia
Phylum
: Chordata
Sub Phylum
: Vertebrata
Class
: Mamalia
Sub Class
: Rodentia
Family : Muridae
Genus : Mus
Spesies
:
Mus Musculus
• Tikus
putih (Rattus norvegicus)
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mamalia
Ordo : Rodentia
Sub ordo :
Odontoceti
Familia : Muridae
Genus : Rattus
Spesies : Rattus Norvegicus
• Marmut (Cavia parcellus)
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mamalia
Ordo : Rodentia
Sub ordo :
Odontoceti
Familia : Cavidae
Genus : Cavia
Spesies : Cavia parcellus
• Kera(Hylobates agilis)
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mamalia
Ordo : Primata
Familia : Hylobadae
Genus : Hylobathes
Spesies : Hylobates agilis
• Kucing (Felix domestica)
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mamalia
Ordo : Karnivora
Familia : Felidae
Genus : Felix
Spesies : Felix domestica
• Anjing(Canis lupus)
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mamalia
Ordo : Karnivora
Familia : Canidae
Genus : Canis
Spesies : Canis lupus
BAB III
METODE KERJA
A.
Alat dan Bahan
1) Alat
Alat yang digunakan adalah kanula,spoit dan rang besi.
2) Bahan
Bahan yang digunakan adalah aquadest,
NaCMC, Propranolol
3)
Hewan coba
Hewan coba yang digunakan adalah mencit (Mus musculus)
B. Cara kerja
1. Persiapan Hewan
a)
Dipegang ujung ekor dengan tangan
kanan dan dibiarkan kaki depan terpaut pada kawat kasa kandang.
b)
Dipegang kulit kepala sejajar dengan
telinga mencit dengan menggunakan jari telunjuk dan ibu jari tangan kiri.
c)
Ditukarkan pegangan ekor dari tangan
ke jari kelingking kiri supaya mencit itu dapat dipegang dengan sempurna.
d)
Mencit siap untuk diberikan
perlakuan.
2. Cara
pemberian secara oral.
a)
Dipegang tengkuk mencit sedemikian
rupa dengan tangan kiri sehingga ibu jari melingkar di bawah rahang sehingga
posisi abdomen lebih tinggi dari kepala.
b)
Disuntikkan aquadest pada bagian
bawah tengah abdomen dengan cepat.
c)
Diamati efek yang terjadi.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Mencit adalah hewan percobaan yang
sering dan banyak digunakan di dalam laboratorium farmakologi dalam berbagai
bentuk percobaan. Hewan ini mudah ditangani dan bersifat penakut fotofobik,
cenderung berkumpul sesamanya dan bersembunyi. Aktivitasnya di malam hari lebih
aktif. Kehadiran manusia akan mengurangi aktivitasnya.
Mula-mula
hewan coba Dipegang ujung ekor dengan tangan kanan dan dibiarkan kaki depan
terpaut pada kawat kasa kandang. Kulit kepala
dipegang sejajar dengan telinga hewan coba dengan menggunakan jari
telunjuk dan ibu jari tangan kiri. Ekor dijepit dari pada jari kelingking kiri
supaya mencit itu dapat dipegang dengan sempurna. Hewan coba siap untuk
diberikan perlakuan.
Metode yang
biasa dilakukan dalam penanganan hewan coba mencit :
1.
Handling:
Ekor
dipegang di daerah tengah ekor dengan tangan kiri, lalu Leher dipegang dengan
tangan kanan, dan jangan terlalu menggencet.Telunjuk dan ibu jari memegang
kulit leher, jari kelingking menjepit ekor.
2.
Per oral
Mencit atau
tikus diletakkan di atas ram kawat, ekor ditarik. Jarum suntik yang sudah
disolder dimasukkan ke dalam mulut mencit namun harus diperhatikan proses
masuknya jarum agar tidak melukai organ dalam mencit. Setelah selesai,
tarik kembali jarum tersebut secara perlahan.
3.
Intramuskular
Pembantu memegang paha, penyuntik memegang paha kiri
dari depan dengan tangan kiri.Jarum ditusukkan dari balik dengan sudut tegak
lurus terhadap permukaan kulit kira-kira ditengah paha sehingga tusukan
sampai ke otot bicep femoris.Lalu
suntikkan bahan perlakuan, tarik jarum, tempat suntikan dipijat
pelan-pelan.
4.
Intraperitoneal
Mencit dihandling dengan benarTusukkan jarum
disisi dekat umbilicus / kira-kira 5mm disamping garis tengah antara 2 puting
susu paling belakangTarik jarum lalu lepaskan mencit.
5.
Subkutan
Obat/bahan
disuntikkan di bawah kulit di daerah punggung, terasa longgar bila jarum
digerak-gerakkan, berarti suntikan sudah benar.
Pada praktikum
dilakukan perlakuan pada hewan coba mencit dengan cara, pertama-tama ekor
mencit dipegang dan diangkat dengan tangan kanan, mencit dibiarkan mencengkram
alas penutup kandang ( kawat rang), sehingga frekuensi gerak mencit dapat
diminimalkan. Cengkram kulit punggung mencit sebanyak-banyaknya dan seerat
mungkin dengan tangan kiri, hingga kepala mencit tidak dapat digerakkan ke
kanan dan kekiri. Jari tengah dan jari manis mencengkram perut mencit dan ekor
mencit dililitkan pada jari kelingking.
Pemberian secara oral mencit pada umumnya berat 20-30 gram maksimal pemberian maksimal 1cc.
Sebelum digunakan, hewan coba terlebih dahulu dipuasakan makan selama 8 jam dengan maksud untuk mengurangi variasi biologis dan efek-efek
lainnya. Dalam hal ini mencit jantan lebih bagus digunakan karena siklus
hormonnya lebih homogen dibandingkan hewan yang betina dan waktu tidur hewan
betina empat kali lebih lama dari hewan jantan bila diberi obat.
Mencit harus
diberikan penomoran sehingga dapat memberikankemudahan untuk mengetahui perbedaan
hewan satu dengan yang lainnya, dapat menggunakan asam pikrat atau dengan
spidol permanen. Untuk penggunaan di laboratorium yang hanya menggunakan
sekitar 20-30 ekormencit, yang biasanya diberi kode pada badan atau bagian paha
kaki mencit.
Cara-cara euthanasia pada mencit dan
tikus dilakukan dengan anestetik over dosis. Perlakuan euthanasia dengan obat
anestetika umum yaitu eter, alkohol dan kloroform.
Pada percobaan juga dilakukan
pembedahan mencit untuk pengenalan organ tubuh bagian dalam mencit. Pembedahan
dilakukan mula-mula dengan mengeuthanasia mencit dengan menggunakan eter
kemudian mencit dibedh perlahan dan hati hati. Organ tubuh bagian dalam mencit
memiliki struktur anatomi yang sama dengan manusia mulai dari jantung, ginjal,
paru-paru dan organ tubuh lainnya.
BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
a.
Cara handling tikus dan mencit
Mula-mula
hewan coba Dipegang ujung ekor dengan tangan kanan dan dibiarkan kaki depan
terpaut pada kawat kasa kandang. Kulit kepala
dipegang sejajar dengan telinga hewan coba dengan menggunakan jari
telunjuk dan ibu jari tangan kiri. Ekor dijepit dari pada jari kelingking kiri
supaya mencit itu dapat dipegang dengan sempurna. Hewan coba siap untuk
diberikan perlakuan.
b.
Pemberian obat pada hewan coba
mencit dan tikus dilakukan dengan cara per oral, intra peritonial, intra vena,
subkutan, dan intra muscular.
·
Pemberian perlakuan pada hewan coba
mencit dan tikus dilakukan mula-mula dengan cara handling yang benar kemudian diberikan perlakuan sesuai prosedur
yang ditentukan.
·
Cara-cara euthanasia pada mencit dan
tikus dilakukan dengan anestetik over dosis. Perlakuan euthanasia dengan obat
anestetika umum yaitu eter, alkohol dan kloroform.
·
Pembedahan pada mencit dan tikus
dilakukan setelah hewan coba mati setelah euthanasia.
c.
Pemberian perlakuan pada hewan coba
mencit dan tikus dilakukan mula-mula dengan cara handling yang benar kemudian diberikan perlakuan sesuai prosedur
yang ditentukan.
d.
Cara-cara euthanasia pada mencit dan
tikus dilakukan dengan anestetik over dosis. Perlakuan euthanasia dengan obat
anestetika umum yaitu eter, alkohol dan kloroform.
e.
Cara
pembedahan [pada hewan coba dilakukan dengan langkah-langkah;
Mula-mula mencit dieuthanasia dengan obat bius (Eter) didalam stoples
tertutup. Kemudian dibasuh badan mencit yang telah mati dengan etanol. Dibedah
dengan menggunakan pisau bedah, Mula-mula diiris pada bagian perut dengan
hati-hati agar organ dalam mencit tidak rusak. Pembedahan dilakukan bertahap
dengan hati-hati, kemudian Organ dalam mencit dikeluarkan dan dipisahkan.
B.
Saran
1. Untuk
asisten pendamping
Cara pengarahan dalam praktikum sudah bagus dan
efektif sehingga sebaiknya dipertahankan.
2. Untuk laboratorium farmakologi farmasi
Ada baiknya alat-alat pendukung
dalam praktikum di laboratorium segera dilengkapi.
DAFTAR
PUSTAKA
Dirjen POM.
1976. Farmakope Indonesia, Edisi Ke-III.
Jakarta. Departemen Kesehatan RI
Gan Gunawan, Sulistia. 1995. Farmakologi dan Terapi Edisi IV. Jakarta: FK-UI.
Malole, M.M.B,
Pramono. 1989. Penggunaan Hewan – Hewan Percobaan Laboratorium. Bogor :
IPB. DitJen Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Bioteknologi.
Nazir M. 1988. Metode Penelitian Edisi ke-3. Jakarta :
Ghalia Indonesia.
[Pdf. Andriani,Anisa.2011.pengaruh
pemberian ekstrak mengkudu (Morinda
citrifolia).Bali: Universitas Udayana]
[pdf.Muliani,Hirawati.2011.Pertumbuhan Mencit (Mus Musculus L.) Setelah Pemberian Biji Jarak
Pagar (Jatropha curcas L.).Semarang:
UNDIP]
[pdf.Widyaningrum,trianik.dkk.2008. Pengaruh
dosis ekstrak air kangkung (Ipomoea
reptans poir.) Terhadap jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin mencit (Mus musculus).Solo:UNS]
Rauf,Afrisusnawati.2014.Penuntun praktikum anatomi fisiologi manusia. Makassar:UIN
Raven, P. 2005. Atlas
Anatomi. Jakarta : Djambatan.
Sudjadi, Bagad. 2007. Biologi kelas 2 SMA. Jakarta:
Yudistira
0 komentar:
Posting Komentar